Seorang tukang parker di kawasan Kota Tua, Jakarta mengaku pemasukannya bisa mencapai Rp 2 juta sehari. Hal ini dikatakan Robi, juru parkir di Jalan Pintu Besar Utara, Selasa, 5 Agustus 2014, seperti berita yang dirilis tempo.co. Dia mengatakan pendapatan itu merupakan keuntungan bersih setelah dia menyetorkan pungutan parkir kepada beberapa pihak setiap hari.
“Biasanya uang dari semua tukang parkir kawasan ini dikumpulkan dulu, baru nanti separuh diberikan sebagai setoran buat Karang Taruna dan separuhnya bisa dikantongi. Sesekali kami memberi jatah juga untuk polisi yang berjaga. Ya, untuk uang rokok lah, tapi enggak sering,” ujarnya. Apabila pada hari biasa dia membanderol pemarkir seharga Rp 3 ribu per kendaraan, maka terhitung sejak libur Lebaran usai hingga Ahad lalu, 3 Agustus 2014, dia mengaku menaikkan pungutan parkir sebesar Rp 5 ribu per kendaraan. “Waktu habis libur Lebaran itu pemasukan jauh lebih banyak dari biasanya,” ujar Robi, seperti yang dirilis oleh tempo.co.
Pernyataan serupa juga dikemukakan penjaga lahan parkir lainnya, Endi. Dia mengatakan apabila Kota Tua sepi pengunjung, jumlah uang yang didapatnya ketika menjaga area trotoar parkirnya tidak mencapai jutaan rupiah. “Kalau sepi paling cuma bisa mendapat Rp 300 ribu. Itu belum dipotong dari jumlah yang harus disetor,” ujarnya.
Meski begitu, dia mengatakan saat Kota Tua sedang ramai dikunjungi, utamanya usai libur Lebaran, pendapatannya melejit drastis. “Biasanya kalau hari biasa cuma ramai Sabtu-Minggu malam saja. Tapi habis Lebaran kemarin selalu ramai,” katanya. Dia menolak menyebut berapa nominal rupiah tertinggi yang pernah ia capai. Dia hanya menyebut angkanya melebihi angka yang sudah disebutkan sebelumnya. “Ya, pokoknya lebih dari segitu, Mas,” ujarnya sambil tersenyum ketika ditanya apakah pendapatannya semasa libur Lebaran melebihi 2 juta rupiah per hari.
Pantauan Tempo, kawasan selatan Kota Tua di Jalan Pintu Besar semakin dipadati oleh barisan pemarkir sepeda motor pada malam hari. Sepanjang sisi trotoar di hadapan Museum Bank Indonesia terus dipadati motor pengunjung yang terus berdatangan. Pada barisan sepeda motor yang terparkir itu terlihat setidaknya enam penjaga lahan parkir liar.
DKI Jakarta Kehilangan Rp 200 M Setahun dari Bisnis Parkir
Kepala Unit Pelaksana Teknis Parkir Sunardi Sinaga mengaku menghitung setidaknya sekitar Rp 200 miliar per tahun tidak masuk ke kas pemerintah DKI Jakarta dari parkir on street di seluruh Ibu Kota. Hilangnya pendapatan dari perparkiran, menurut dia, disebabkan banyak orang yang berkepentingan ikut bermain di lahan ini. “Terlalu banyak orang yang hidup di bisnis ini. Ada preman yang ikut mengutip,” kata Sunardi saat dihubungi, Selasa, 5 Agustus 2014.
Saat ini, ucapnya, pendapatan dari parkir on street hanya sebesar Rp 26 miliar per tahun yang masuk kas daerah. Jumlah tersebut termasuk pendapatan parkir di IRTI. “IRTI juga bagian dari parkir on street,” ucapnya. Ia juga menyebut ada sekitar Rp 300 miliar pajak parkir yang disetorkan ke Dinas Pendapatan Daerah per tahun. Pajak tersebut diambil dari perparkiran yang dikelola oleh pemilik gedung dan perkantoran serta mendapat izin resmi dari pemerintah.
Ia berencana memperbaiki sistem perparkiran di Jakarta. Sistem perparkiran ke depan bakal menggunakan perangkat elektronik, yakni parkir meter. Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan maraknya parkir liar ini disebabkan oleh penegakan hukum yang lemah. “Solusinya, ya harus diadakan operasi terus menerus,” kata Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota, Kamis, 20 Februari 2014. “Masalahnya, orang enggak ada yang kapok. Semua kasus sama kalau tidak ada hukum yang tegas.”
Ahok juga menyayangkan otoritas Satpol PP yang sangat lemah. Menurut dia, dalam menertibkan parkir liar, kewenangan Satpol PP tidak bisa lebih dari sekadar menertibkan. “Untuk itu, harus ditindak tegas dan mau enggak mau adakan operasi terus,” kata Ahok.
Diskusi
Belum ada komentar.