“Pokoknya saudara enak sekali sudah menuduh orang, buktinya disuruh dicari sendiri. Tidak apa-apa namanya juga pintar. Biar bagaimana pun rakyat minta apa saja boleh tapi nanti kita lihat sesudah masing-masing jawab dengan bukti,” ucap pemimpin sidang DKPP Jimly Asshiddique yang menyindir tim Prabowo-Hatta atau Tim Aliansi Advokat Merah Putih yang merasa keberatan dengan keharusan pihaknya mengajukan dua alat bukti dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik terhadap KPU dan Bawaslu terkait Pilpres, di kantor Kemenag, Jl MH Thamrin, Jakpus, Senin (11/8/2014).
Rizaldi mengadukan KPU dan Bawaslu mengenai jadwal dan waktu yang ditetapkan dalam peraturan KPU yang dinilai tidak jujur dan tidak adil. Selain itu, dia juga mengadukan waktu pelaksanaan pleno perhitungan suara KPU. Menurutnya KPU tidak menyediakan waktu yang proporsional untuk penyelesaian sanggahan pihak yang dirugikan.
Dia juga menyebutkan saat Prabowo menarik diri dari proses penetapan hasil Pemilu, KPU dianggap tidak memberi ruang penyelesaian. Oleh karena itu, Rizaldi mengadukan itu kepada DKPP.
Jimly: Sidang Etik Bukan untuk Balas Dendam
Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie berharap motivasi para kubu calon presiden dan wakil presiden dalam mengajukan aduannya melandaskan diri pada keinginan positif. “Bukan balas dendam atau melampiaskan kemarahan,” kata Jimly dalam persidangan di kantor Kemenag, Jakarta, Senin 11 Agustus 2014, seperti yang diberitakan vivanews.com.
Jimly mengatakan sidang yang digelar lembaganya berbeda dengan lembaga hukum konvensional. Dia menegaskan bahwa tugas DKPP bukan menghukum. “Tapi menyelamatkan pemilu dan nama baik demokrasi,” ujar dia. Jimly mengajak kedua kubu baik Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK untuk membangun tradisi demokrasi yang baik. Salah satu caranya adalah dengan menerima keputusan Mahkamah Konstitusi dan juga DKPP.
“Soal teknis seperti pembukaan kotak suara bukan urusan kami. Urusan kami cuma soal etik. Perlu diingat, UUD 45 bukan hanya hukum konstitusi, dia juga berisi etika konstitusi,” jelasnya. Pada sidang hari ini, DKPP mengagendakan pendalaman terhadap aduan dari pengadu yakni pihak Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Jokowi-JK. Sebanyak 14 materi aduan atau pokok perkara akan dibahas dalam persidangan.
Kubu Prabowo Persoalkan Surat Cuti Izin Jokowi
Kuasa hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mempersoalkan surat cuti izin Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk maju dalam Pemilu Presiden 2014. Dengan demikian, mereka menilai Jokowi tidak memenuhi syarat sebagai calon presiden. Tim A2MP pun melaporkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bawaslu dinilai tidak menindaklanjuti laporan mereka sebagai pengadu dengan alasan tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu.
“Kami menganggap Bawaslu melakukan pembiaran terhadap pelanggaran undang-undang,” kata anggota Tim A2MP, Tonin Tachta Singarimbun, dalam sidang kedua DKPP di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (11/8/2014), seperti yang diberitakan Kompas.com. Tonin mengatakan, Jokowi mengajukan surat izin cuti pada 13 Mei 2014, kemudian ditindaklanjuti dengan pendaftaran Jokowi sebagai capres pada 19 Mei 2014. Menurut dia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengunduran Diri Kepala Daerah dan Pelaksanaan Cuti Pejabat Negara baru diterbitkan pada 14 Mei 2014.
“UU dilanggar oleh KPU. Begitu juga dibiarkan Bawaslu, di mana dibuktikan dalam laporan kami,” ujar Tonin. Selain itu, tim tersebut juga melaporkan KPU karena meloloskan Jokowi sebagai capres sesuai hasil rapat pleno KPU pada 31 Mei 2014. Padahal, kata Tonin, Jokowi belum mendapatkan izin tertulis dari presiden saat mendaftar di KPU.
“Ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden,” ujarnya. Tonin mengatakan, timnya sudah mengadukan masalah ini kepada Bawaslu pada 3 Juni 2014 dengan nomor surat 026/LP/pilpres/VI/2014. Dengan demikian, tim tersebut melaporkan persoalan ini jauh sebelum pilpres yang digelar pada 9 Juli 2014. Tim tersebut melaporkan Bawaslu kepada DKPP pada 3 Juli 2014 karena mereka menilai ada kode etik yang dilanggar oleh Bawaslu.
Diskusi
Belum ada komentar.