Inilah modus dan cara mafia minyak yang libatkan pns batam dan pejabat pertamina di Batam. Dugaan melakukan bisnis jual beli BBM ilegal berawal dari laporan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) pada April 2014 tentang rekening gendut milik Niwen Khairiah, 38 tahun, seorang pegawai negeri sipil (PNS) Kota Batam yang jumlah transaksinya tak tanggung-tanggung: Rp 1,3 triliun dalam lima tahun terakhir.
Niwen memiliki uang sebanyak itu diduga dari praktek bisnis ilegal bahan bakar minyak bersama Ahmad Mahbub alias Abob, dan beberapa temannya. Namun, ada dugaan pemilik rekening gendut itu adalah Abob yang berprofesi sebagai agen BBM ilegal.
Niwen adalah adik kandung Abob dan suami Niwen adalah pengusaha bidang kuliner makanan khas Batam yang tengah berkembang pesat. Seorang pegawai Pemerintahan Kota Batam yang tak mau namanya ditulis menyebutkan Niwen Khairiah merupakan Kepala Subseksi Badan Penanaman Modal (BPM) Kota Batam.
Nama Abob sudah tak asing bagi masyarakat Kepulauan Riau karena bisnis jual beli BBM bersubsidi secara ilegal. Abob tak sendirian menjalankan bisnis ilegal itu. Ia melibatkan banyak pihak, seperti aparat yang berwenang di wilayah laut yaitu pejabat Pertamina Region I dan dua Pegawai Harian Lepas AL.
Sebelumnya, pada awal Agustus 2014, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri telah menetapkan lima tersangka kasus pencurian BBM milik PT Pertamina di Dumai, Batam, yang terkait dengan aliran uang rekening gendut milik Niwen Khaeriyah. Kelima tersangka tersebut yakni pengusaha minyak, Ahmad Mahbub; pegawai negeri sipil Kota Batam, Niwen Khairiah; pengawas senior PT Pertamina Region I Tanjung Uban, Yusri; serta prajurit TNI AL: Du Nun dan Arifin Ahmad.
Yusri, yang merupakan Senior Supervisor Pertamina Region I, bertugas mengawasi perjalanan BBM yang ada di Dumai ke Siak, Batam, dan Pekanbaru. Yusri memberikan informasi kepada Du Nun (PHL AL) yang merupakan awak kapal tanker pembawa minyak. Kapal ini disewa Pertamina untuk membawa BBM. Setelah Du Nun menghentikan kapalnya di tengah perjalanan, dia menghubungi perusahaan kapal milik Ahmad Mahbub (pengusaha minyak). “Di tengah jalan dikeluarkan sebagian dari BBM itu,” kata Wakil Direktur Tipid Eksus Kombes Rahmad Sunanto, di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (3/9/2014).
Rahmad mengatakan, para pelaku memanfaatkan celah toleransi lost selama pengangkutan sebesar 0.30 persen dari tonase angkut BBM. Kalkulasi tersebut diperhitungkan karena lost saat penuangan dari kilang ke kapal. Nah, celah inilah yang digunakan pelaku dalam menggelapkan BBM tersebut. Ditambah lagi tanker yang seharusnya membawa 200 ton BBM dilebihkan menjadi 220-230 ton. “Jadi selain memaksimalkan kelonggaran juga menambah muatan,” kata Rahmad.
Setelah memindahkan muatan ship to ship, kapal milik Mahbub selanjutnya berlayar ke laut lepas yang tidak masuk jangkauan Polair dan TNI AL. Minyak selanjutnya dijual di pasar gelap kepada pihak asing seperti Malaysia dan Singapura atau pihak lokal. Tentunya dengan harga di bawah pasar dalam negeri.
“Premium dijual Rp 3,500 dan solar Rp 4,500 per liter,” beber Rahmad. Kegiatan ilegal seperti ini sudah berlangsung sejak 2008. Dalam sebulan, kelompok ini bisa menyedot muatan BBM di tengah laut sampai empat kali. Satu kali muat bisa mencapai 20-30 ton.
Dari hasil penjualan itu, Ahmad Mahbub melalui kurirnya membawa uang hasil penjualan ke Indonesia secara bertahap dalam pecahan SD 1.000. “Itu masuk berangsur-angsur ke Batam dan diterima adiknya yang bekerja sebagai PNS di Kotamadya Batam,” ujarnya.
Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Kombes Budi Wibowo menerangkan, uang-uang dari hasil kejahatan itu ditampung di rekening Niwen yang selanjutnya dialirkan ke beberapa pihak, seperti Aripin Ahmad (PHL AL) yang selanjutnya dialirkan ke Yusri dan Dunun. “Ke Dunun sebesar Rp 7,4 miliar dan Yusri Rp 1 sekian miliar,” ujarnya. “Dunun ini honorer tapi dia memiliki banyak aset dan kita sudah melakukan asset tracing Dunun dan Yusri,” imbuh Budi.
Rahmad melanjutkan, para tersangka dijerat dengan Pasal 2, 5, 11, dan 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi; serta Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Ahmad kini telah kami tahan di Badan Reserse Kriminal Polri.” “Langkah berkutnya, kami akan berkoordinasi dengan perbankan, Otoritas Jasa Keuangan, TNI, Pertamina, dan pihak terkait untuk memproses kasus ini ke tingkatan selanjutnya,” kata Rahmad seraya menyatakan polisi hanya menangkap warga sipil yang terlibat. Adapun oknum TNI yang diduga terlibat ditangani oleh polisi militer Angkatan Laut.
Diskusi
Belum ada komentar.