Selebaran cari kerja tulisan tangan dalam selembar kertas yang yang mengaku bernama Andreas Mochtar, lulusan S-1 Ekonomi Trisakti tersebar di sosial media, Facebook. Surat lamaran kerja itu difoto dan dishare oleh pemilik akun Facebook, Michael Jonathan. Komentarnya memang tidak banyak, tetapi hasil posting itu disebar lebih dari 2.000 orang.
“Tolonglah saya, saya sangat membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi keluarga saya (isteri dan anak), sekiranya bapak atau ibu dapat membantu/menolong saya untuk saya mendapatkan pekerjaan sebagai: karyawan kantor/ driver pribadi/ driver infal,” tulisnya dalam selebaran itu. Michael Jonathan mengaku mendapat selebaran itu di kawasan Green Ville yang diselipkan di mobil-mobil.
“Saya mendapatkan selebaran ini ketika mau pulang habis makan malam di daerah Green Ville, diselipkan di mobil-mobil yang parkir di sepanjang jalan. Mungkin ada yang butuh. Yang maushare silakan,” tulis Michael di bawah unggahan foto tersebut.
Beragam komentar seperti “izin share” pun turut mewarnai hasilposting tersebut. Namun, pengguna Facebook lainnya, Kristo Putranda, memberi komentar berbeda. Ada juga yang mengingatkan untuk berhati-hati terhadap cara-cara orang mencari pekerjaan seperti ini.
Penjelasan Andreas Mochtar
“Apa? Tetapi saya tidak pernah nyebar selebaran ini ke Facebook lho. Kok bisa yah sampai ramai begini?” ujar Andreas sambil tertawa saat ditemui di kawasan tempat tinggalnya, Duri Kepa, Jakarta Barat, Senin (15/9/2014).
Andreas mengungkapkan jika ia hanya menyebar selebaran tersebut di tempat-tempat makan dan restoran. Dia menaruh selebaran itu di mobil-mobil pengunjung restoran. Biasanya, dia nyebarnya pada hari Sabtu dan Minggu. “Kan hari itu biasanya paling ramai,” ucapnya. Andreas menambahkan jika ia sempat menyebarkan selebaran tersebut di Mal Citraland, Jakarta Barat.
“Sekali pernah di Mall Citraland. Selebihnya cuma di restoran-restoran saja kok, enggak penah via Facebook,” katanya lagi. Sejak sebulan lalu disebar, Andreas mengungkapkan jika baru mengeluarkan uang sebesar Rp 40.000. Sementara, sudah lebih dari 300 selebaran yang ia selipkan di mobil-mobil para pengunjung restoran.
Ada alasan mengapa Andreas Mochtar memilih menyebarkan lamaran kerjanya dari rumah ke rumah, atau menyelipkan kertas fotokopian di kaca mobil. Menurut dia, cara itu lebih efektif ketimbang melamar ke perusahaan-perusahaan. Andreas yang sudah menganggur selama kurang kebih 9 bulan ini bercerita jika dulu, ia sempat mengirimkan lamaran kerja ke kantor secara langsung.
“Dulu itu ada 20 perusahaan yang saya kirimkan lamaran kerja tapi cuma satu yang manggil saya,” ujar Andreas kepadaKompas.com, Senin (15/9/2014). Selain itu, Andreas mengatakan, biaya cetak lamaran kerja juga lebih mahal. Sehingga, dengan dana terbatas, menurut dia, cara menyebarkan fotokopian lebih efisien dan efektif.
Melalui kolom di media massa pun, kata dia, tidak efektif. Dengan biaya tidak murah, belum tentu ada orang yang membacanya. “Biasanya kan hanya dalam kolom-kolom kecil saja kan, belum tentu juga dibaca orang atau perusahaan. Jadi mereka belum tentu tahu kalau saya lagi cari kerja,” tambahnya.
Untuk ide, ia mengaku jika terbesit dari dirinya sendiri. “Waktu itu saya sempet cari lowongan kerja juga di koran tapi saya mikir kalo kayaknya bakal enggak efektif jadi saya cari cara yang mengeluarkan uang cuma sedikit tapi bisa ada hasilnya,” imbuh Andreas. Hanya lewat fotokopi selebaran saja, kata dia, sudah puluhan perusahaan yang menghubungi Andreas untuk menawarkannya pekerjaan. Namun, hingga kini dia belum juga bekerja. Belum ada yang cocok, katanya.
Kewalahan Terima Telepon
Setelah foto selebaran lamaran kerjanya diunggah seseorang ke media sosial, Andreas Mochtar banyak dilirik perusahaan. Lulusan S-1 dari Universitas Trisakti pada tahun 2003 yang mengambil jurusan Manajemen ini mengungkapkan jika setiap hari selalu ada yang menghubunginya.
“Dari pukul 8.00 (pagi) sampai 10 malam selalu ada yang telepon setiap harinya. Pernah juga ada yang beberapa menelepon di atas pukul 10 malah,” kata Andreas di rumahnya, kawasan Duri Kepa, Jakarta Barat, Senin (15/9/2014). Andreas yang masih tinggal bersama orangtua dan adik iparnya ini mengaku jika keluarganya ikut kewalahan. Ibu Andreas, Dien, membenarkannya.
“Lagi di dapur, telepon suka bunyi. Lalu, baru ditinggal, telepon bunyi. Kewalahan. Banyak sekali yang ternyata menelepon. Syukur banget,” ujar Dien. Namun, ketika Andreas tidak di rumah, keluarganya, termasuk Dien, hanya mencatat nama perusahaan, posisi yang dicari, dan nomor telepon. Kemudian, Andreas akan meneleponnya kembali.
“Semua perusahaan yang telepon, tapi saya tidak di tempat, saya akan telepon balik. Saya juga akan minta maaf jika memang tidak menerima lowongan mereka, misal karena jauh atau tidak sesuai kualifikasi saya,” kata Andreas. Namun sekarang, nomor telepon genggam yang diterakan Andreas dalam selebarannya justru tak bisa dihubungi. Gara-gara telepon genggamnya rusak itu, sekeluarga Andreas pun turut kewalahan meladeni telepon rumah yang tak henti berdering.
Diskusi
Belum ada komentar.