Berbagai tanggapan, pendapat dan komentar positif bermunculan usai pertemuan Prabowo Subianto dan Jokowi yang berlangsung di rumah mendiang ayah Prabowo, Soemitro Djojohadikusumo di Jalan Kertanegara 4, Kebatoran, Jaksel, Jumat (17/10/2014).
Pertemuan ini dinilai istimewa. Setidaknya, ada dua poin latar belakang yang membuat pertemuan tersebut menjadi istimewa. Keistimewaan kedua, yakni pertemuan kedua tokoh tersebut sangat ditunggu-tunggu publik. Setelah bertarung dalam pemilihan presiden 9 Juli 2014 lalu, keduanya belum pernah melakukan pertemuan berdua. Prabowo dan Jokowi sempat bertemu pada acara buka bersama pimpinan lembaga negara di Istana Negara, Jakarta, Minggu (20/7) petang.
Canda mewarnai pertemuan Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Dewan Pembina dan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto tersebut. Keduanya tampak rileks dan santai usai pertemuan yang hanya berlangsung 15 menit tersebut. Keduanya beberapa kali melontarkan candaan.
Selain itu, untuk yang pertama kalinya, Prabowo mengucapkan selamat atas terpilihnya Jokowi menjadi presiden di hadapan awak media. Prabowo juga menyatakan akan mendukung pemerintahan Jokowi tapi tetap akan kontrol dari pemerintah. Ia bahkan mengundang Jokowi untuk datang ke kediamannya di Hambalang untuk bernyanyi.
Jokowi berterima kasih atas penerimaan Prabowo atas inisiatifnya untuk bertemu. Presiden terpilih tersebut menyatakan siap dikritisi oleh Prabowo saat menjadi presiden. Jokowi tiba di tempat pertemuan sekitar pukul 10.00 WIB. Prabowo tiba 45 menit lebih awal dari kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Berikut adalah berbagai tanggapan pengamat dan pihak tertentu tentang pertemuan ini dan makna yang terkandung di dalamnya.
Tanggapan Burhanuddin Muhtadi, Pengamat Politik
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengacungi jempol pertemuan kedua tokoh tersebut. “Pertemuan 2 tokoh ini patut kita apresiasi karena bagaimana pun banyak hal bisa diselesaikan dari komunukasi politik yang baik. Politik kan silaturahmi apalagi masih ada residu pasca Pilpres yang belum selesai,” terang Burhanuddin saat dihubungi, Jumat (17/10/2014).
Dia menduga pertemuan itu diinisiatif oleh Gubernur DKI Jakarta. Siapa yang perlu diapresiasi dari pertemuan tersebut, Jokowi atau Prabowo? “Dua-duanya perlu diapresiasi. Jokowi sendiri bersedia untuk datang ke Kertanegara, itu kan menunjukkan kebesaran hati juga datang ke sana. Pak Prabowo juga menerimanya,” lanjutnya.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia ini menyebut pertemuan Jokowi dan Prabowo akan membawa dampak positif bagi masyarakat. Tak hanya itu, pertemuan keduanya juga memiliki simbolik yang kuat bagi kehidupan bernegara ke depannya. (Sumber: detik.com)
Tanggapan Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum UI
“Saya sebagai moderator Calon Presiden putaran ketiga, terharu, bangga daan gembira dengan pertemuan antara Joko Widodo dan Prabowo. Kedua beliau adalah negarawan besar yang dapat mengesampingkan egonya terhadap keberlangsungan NKRI dan kemaslahatan rakyat Indonesia,” kata mantan moderator debat Capres, Hikmahanto Juwana, Jumat (17/10/2014).
Menurut guru besar hukum UI ini, Joko Widodo sebagai pemenang Pilpres mengenyampingkan kemenangannya untuk mau bertemu Prabowo ditempat yang ditentukan Prabowo. “Bagi kebanyakan orang ini pasti menjadi beban psikologis. Namun Jokowi mampu untuk mengenyampingkaannya demi rekonsiliasi nasional,” tambah Hikmahanto.
Demikian pula dengan Prabowo, tentu sulit untuk bersediia ditemui oleh Jokowi. Apalagi sebagian pendukungnya mungkin belum bisa menerima kenyataan Jokowi menjadi Presiden. “Namun sekali lagi demi bangsa dan negara, Probowo menerima Jokowi bahkan memberi hormat ala militer,” terangnya. (Baca: tribunnews.com)
Pendapat Arie Sudjito, Pengamat Politik UGM
“Pertemuan tersebut punya makna bukan saja buat Jokowi dan Prabowo tetapi juga untuk bangsa membangun tradisi rekonsiliasi, mencegah konflik personal yang tidak produktif,” kata pengamat politik UGM, Arie Sudjito, Jumat (17/10/2014). Menurut dia, publik memang menunggu pertemuan kedua tokoh, Jokowi dan prabowo ini, bukan saja simbolik namun juga diikuti oleh relasi cair dalam praktik mengelola kekuasaan kelak.
“Semoga ini juga menjadi bagian dari rekonsiliasi politik kedepan. Begitu pula pembelahan parlemen yang sifatnya pragmatis tidak perlu terjadi, akan tetapi yang diperlukan spirit persaingan berebut pengaruh antara partai berkuasa dan oposisi dengan membuktikan kerja untuk rakyat,” urai Arie.
“Tetap dikembangkan tidak apa-apa dalam hal kerja positif antara yang berkuasa dan oposisi. Kuncinya adalah kematangan berpolitik, semua itu menjadi modal membangun watak tokoh negarawan agar mampu menjadi teladan,” tambahnya. (Baca: detik.com)
Pendapat Pengamat Politik Yunarto Wijaya
“Ini peristiwa besar, ketika konstelasi politik dalam beberapa bulan terakhir terjadi pertarungan yang cukup keras sehingga bangsa terbelah, dari sisi media, masyarakat dan kekuatan politik,” kata pengamat politik Yunarto Wijaya kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Jumat (17/10) siang.
Pertemuan kedua tokoh ini dapat dikatakan sebagai salah satu puncak “safari politik” Jokowi menjelang pelantikannya pada 20 Oktober nanti. Lebih lanjut Yunarto Wijaya mengatakan, pertemuan Jokowi-Prabowo ini juga menjadi penting di tengah beredarnya isu pemboikotan pelantikan Jokowi sebagai Presiden.
Karena itu, “Simbolisasi pertemuan antar dua tokoh ini minimal akan menenangkan suasana politik menjelang pelantikan,” kata Yunanto. Menurutnya, ucapan Prabowo yang akan mendukung kepemimpinan dan pemerintahan Jokowi, merupakan jaminan tidak akan ada pemboikotan acara pelantikan tersebut. (Baca: BBC Indonesia)
Diskusi
Belum ada komentar.