Inilah biografi dan profil lengkap Rini Mariani Soemarno yang ditunjuk sebagai kepala staf Tim Transisi untuk mempersiapkan jalannya pemerintahan hingga pelantikan presiden, termasuk membahas pembentukan kabinet dan APBN 2015. Dikenal juga dengan sebutan Rini S. Soewandi, Sarjana Ekonomi lulusan 1981 dari Wellesley College, Massachusetts, Amerika Serikat ini adalah Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati Soekarnoputri.
Sejak tidak menjabat menteri, nama Rini bak tenggelam ditelan bumi. Sebenarnya Rini tidak menghilang. Dia masih sibuk berbisnis. Kini, namanya munculnya sebagai calon menteri dalam kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla. Menurut, Hasto Kristiyanto, Wasekjen PDIP, ia kandidat terkuat menjadi menteri BUMN. Berikut adalah profil lengkap beliau yang dikutip dari berbagai sumber.
DAFTAR ISI
1. Kehidupan Awal
2. Karir
3. Menteri di Kabinet Gotong Royong
4. Kehidupan Pribadi
5. Biodata Lengkap
Kehidupan Awal
Rini lahir di Maryland, Amerika Serikat pada tanggal 9 Juni 1958. Ia merupakan anak dari Soemarno, salah satu menteri dalam Kabinet Dwikora II pimpinan presiden Ir. Soekarno. Kakaknya adalah mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Ari H Soemarno.
Kakek Rini, memiliki kedudukan cukup terpandang di masanya. Ia seorang lurah di sebuah desa kecil di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Figur ayahnya memiliki dasar-dasar kuat dalam hidupnya: sederhana dan tidak pernah melupakan akarnya, sehingga begitu berarti dalam perjalanan hidup Rini.
Karena itu, selain soal kesederhanaan, ia selalu mendapat petuah dari ayahnya untuk selalu mengingat dirinya sebagai orang Indonesia. Padahal, hampir seluruh masa sekolahnya dihabiskan di luar negeri. Ada beberapa hal yang dilakukan dan dipesankan sang ayah untuk mengingatkan dirinya pada Indonesia.
Rini berada di negeri ‘Paman Sam’ hingga usia tiga tahun, karena sang ayah bertugas di sana. Setelah sempat menjalani sebagian masa pendidikan dasarnya di Jakarta, menginjak usia ke sepuluh, Rini mengikuti sang ayah yang bertugas ke Belanda. Di negeri Kincir Angin ini, untuk mengingatkan bahwa dirinya anak Indonesia, Soemarno membawa Rini ke tempat les. Bukan untuk belajar matematika atau Fisika, tapi tari Jawa.
Tahun 1982, setelah mendapat kesempatan bekerja magang di Departemen Keuangan AS, Rini memutuskan kembali ke Indonesia. Tidak ada dalam pikirannya untuk bekerja di luar negeri, meski kesempatan untuk itu terbuka. Ini tak lepas dari aturan orang tuanya, khususnya sang ayah, agar segera kembali ke tanah air setelah lulus sekolah. Begitupun dengan urusan jodoh. Sang ayah cukup tegas dalam hal ini. “Don’t ever marry a non Indonesian,” begitu pesan Soemarno setiap saat ketika Rini melanjutkan pendidikan menengah dan universitasnya di Amerika Serikat. Kemudian hari, Rini dinikahi Didik Soewandi.
Karir
Begitu kembali ke Indonesia, Rini bekerja di Citibank Jakarta. Dalam setiap kerjanya, ibu tiga orang anak ini selalu ingin memberikan yang terbaik. Kerja kerasnya di Citibank tidak sia-sia. Karirnya terus melesat hingga menggapai kursi Vice President yang menangani Divisi Coorporate Banking, marketing and Trainning.
Pada 1989 ia kemudian memilih pindah ke PT Astra Internasional untuk dapat terus mengembangkan dirinya. Tahun 1990 karirnya di Astra Internasional berbintang terang. Tahun itu ia dipercaya William Soeryadjaya, komisaris perusahaan itu, menduduki kursi Direktur Keuangan Astra Internasional sampai 1998.
Awal 1998, Rini ditarik ke jajaran birokrasi. Ia dipilih Menteri Keuangan saat itu, Fuad Bawazier, untuk membantunya menjadi asisten bidang Hubungan Ekonomi Keuangan Internasional. Di tahun yang sama, tepatnya bulan April, pemerintah juga mengangkatnya menjadi Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Tapi, rupanya dua jabatan itu hanya kuat dijalani Rini dalam hitungan bulan. Ada banyak faktor eksternal yang membuat dirinya tidak bisa berkarya secara maksimal di sana. Rini mengundurkan diri dari dua jabatan tadi dan kembali ke Astra Internasional sebagai Direktur Utama dimana kala itu kerugian induk perusahaan otomotif terbesar di Indonesia itu pada semester pertama 1998 mencapai Rp 7,36 trilliun yang artinya hampir bangkrut.
Beberapa langkah segera diambil, seperti program efisiensi usaha melalui pemotongan gaji jajaran eksekutif, penutupan jaringan distribusi yang kurang strategis, serta pengurangan 20 persen karyawan dari 100 ribu karyawan Astra saat itu. Sehingga, keuntungan Astra untuk seluruh tahun 1999 mencapai Rp 800 milliar dari kerugian mencapai Rp 1,976 trilliun tahun 1998.
Namun saat itu, Rini dinilai Cacuk Sudaryanto, kepala BPPN yang baru, sebagai tidak kooperatif. Ini berkait dengan rencana BPPN melepas saham Astra yang dipegang pemerintah. Rini dinilai tidak memuluskan pelepasan saham itu karena tidak suka pada investor yang dipilih BPPN.
Rini sempat berang dengan tudingan itu dan mengirim surat kepada Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Isinya membantah apa yang diungkapkan Cacuk. Buntutnya terjadi silang pendapat soal rencana penjualan saham Astra dan penggantian dirinya. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) 8 Februari 2000, dua tahun setelah ia dipilih dalam ajang yang sama, Rini harus merelakan kursi Presiden Direktur Astra Internasional kepada Theodore Permadi Rachmat. Mantan atasannya ketika ia masih menjabat sebagai direktur keuangan perusahaan itu.
Lepas dari Astra tak berarti Rini habis. Tak lama setelah pemberhentian, Rini masuk ke perusahaan multimedia Agrakom yang dikenal sebagai pemilik situs Detikcom sebagai komisaris. Ia kemudian juga mendirikan perusahaan otomotif sepeda motor Kanzen. Namun manajemen dan produk sepeda motor Kanzen ini dinilai berbagai pihak kurang baik.
Menteri di Kabinet Gotong Royong
Presiden Megawati Sukarnoputri, mempercayai Rini untuk duduk di kursi Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Kabinet Gotong Royong, dilantik 9 Agustus 2001. Pada awal menjabat Memperindag, Rini mengatakan hal yang paling utama dan paling krusial di bidang perindustrian dan perdagangan adalah menurunnya angka ekspor. Padahal, katanya, ekspor itu merupakan andalan untuk memperoleh devisa dan terkait dengan kegiatan dunia usaha yang berkaitan dengan gairah ekonomi dan lapangan kerja.
Meskipun bukan kader PDIP, Rini dikenal sebagai sosok yang dengan Megawati, setidaknya dalam satu dekade terakhir. Di mana ada Megawati, hampir selalu di situ ada Rini, baik di Jakarta, luar kota, maupun luar negeri, termasuk dengan suami Megawati, almarhum Taufiq Kiemas.
Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan di kabinet terakhir pemerintahan Soeharto mengatakan bahwa kedekatan antara Rini dan Megawati baru terjadi setelah Rini menjadi menteri. “Iya, saya yang ajak (ke kabinet),” kata dia.
Alasan kedekatan tersebut, kata Fuad, bisa jadi karena sama-sama perempuan. Namun, menurut dia, ada juga nilai lebih Rini yang menjadikan perekat kedekatan itu. “(Rini) sabar dan mau mendengarkan, sementara Mega banyak persoalan, perlu tempat curhat, yang bukan semata, curhat tapi (yang dicurhati) bisa memberi solusi,” papar Fuad.
Kehidupan Pribadi
Setelah 23 tahun berumah tangga, sang suami Didik Soewandi mengajukan cerai terhadap Rini. Menurut Didik, sang istri sudah berubah sejak masuk ke kalangan birokrat di Departemen Keuangan tahun 1996. Dalam gugatannya, Didik menuntut dua hal yakni hak perwalian anak, dan pembagian harta gono gini. Saat proses perceraian, usia Rini 47 tahun, lebih muda 5 tahun dari suami yang berusia 52 tahun.
Didik menggugat cerai Rini ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada 8 Maret 2006. Sewaktu mengajukan, ia diwakili kuasa hukumnya, Juan Felix Tampubolon. Sidang gugatan cerai Didik Soewandi terhadap Rini Soewandi berlangsung Kamis 6 April 2006 yang berlangsung cukup singkat, sekitar 15 menit.
Juan Felix menuturkan, kala itu, alasan utama kliennya menggugat cerai adalah perselisihan yang sulit untuk diselesaikan. Selama sembilan tahun belakangan, menurut Didik kepada Juan, ia dan Rini tidak henti hentinya bertengkar.
Pasangan Rini dan Didik dikaruniai dua anak, Yhodananta dan Nindia, keduanya sudah dewasa. Belakangan, pasangan itu mengadopsi Fauzan. Hak perwalian yang diminta Didik adalah atas Fauzan. “Ia sudah seperti darah dagingnya sendiri,” kata Juan Felix Tampubolon, pengacara Didik.
Kedekatan Didik dan Fauzan dimulai ketika Rini menjadi pejabat pemerintah. Didik, menurut Juan, lebih banyak mengurus anak itu ketimbang Rini. Namun, setengah tahun menjelang cerai, Juan melanjutkan, Didik mengalami kesulitan menemui Fauzan. “Itu sebabnya, ia meminta hak perwalian,” kata Juan.
Didik menuturkan, awal kehidupan rumah tangga mereka dirasakan cukup baik, serasi, dan harmonis. Namun, sejak akhir 1996, mulai timbul percekcokan dan pertengkaran. “Ya, sudah tidak ada chemistry, sudah tidak ada kecocokan. Tidak bisa dipaksakan,” ujar Didik. Setelah resmi bercerai, Rini menanggalkan nama Soewandi. Kini ia menggunakan nama asli, Rini Mariani Soemarno.
Biodata Lengkap
Nama lengkap: Rini Mariani Soemarno
Tempat, tanggal lahir: Maryland, Amerika Serikat, 9 Juni 1958
Agama : Islam
Pendidikan:
Fakultas Ekonomi, Wellesly College Massachusetts, USA (1981)
Perjalanan Karier:
Pekerjaan:
- Presiden Komisaris PT Semesta Citra Motorindo, Jakarta
- Pengurus Pinjaman Bank Dunia untuk Negara-negara Asia Afrika, Departemen Keuangan Amerika Serikat, USA (1979-1980)
- Trainee Departemen Keuangan USA, Office of Multilateral Development Bank, USA (1981-1982)
- Trainee Citibank N.A, Jakarta (1982)
- Asisten Manager Citibank N.A, Jakarta (1982-1983)
- Manager Citibank N.A, Jakarta (1984-1988)
- Asisten Vice President Citibank N.A, Jakarta (1986-1988)
- Vice President Citibank N.A, Jakarta (1988-1989)
- GM Finance Division PT Astra International, Jakarta (1989)
- Direktur Keuangan PT Astra International, Jakarta (1990)
- Direktur Utama PT Astra International, Jakarta (1998-2000)
- Komisaris PT Agrakom – Bidang Bisnis Internet, Jakarta (2000)
- Presiden Direktur PT Semesta Citra Motorindo (2000-2001)
- Presiden Direktur PT Kanzen Motor Indonesia (2005)
Pemerintahan:
- Wakil Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Jakarta (1998)
- Menteri Perindustrian dan Perdagangan Kabinet Gotong Royong (2001-2004)
Kegiatan Lain:
- Ketua Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA)
- Penasihat Ahli Keuangan Koperasi Pegawai Negeri, khususnya pada Bank Kesejahteraan Ekonomi (Bank yang saham terbesarnya dikuasai Koperasi Pegawai Negeri)
Penghargaan:
Penghargaan atas terpilihnya sebagai Pemimpin Puncak Terpuji 1995 dari Majalah Swa Sembada (1995)
Keluarga:
- Suami: Didik Soewandi (cerai)
- Anak: 3 orang (Yhodananta, Nindia dan Fauzan)
Diskusi
Belum ada komentar.