//
Anda membaca...
Hukum dan Peristiwa, Sejarah dan Politik

Ahok Ancam Mundur Jika M. Taufik Naik Jadi Gubernur DKI

Foto Ahok dan Fadli Zon di Perayaan Diwali, Menteng

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengancam mundur karena ia tak mau duduk sebagai gubernur atau wakil gubernur berpasangan dengan Taufik. Sebagai informasi, Ketua DPD Gerindra DKI tersebut mempunyai tafsiran hukum soal urusan mencari pengganti Jokowi sebagai Gubernur DKI.

Tafsiran Taufik, untuk posisi gubernur dicari lagi yang baru oleh partai pengusung. Sedangkan Ahok tetap jadi Wakil. Bila skenario Taufik ini mulus, Ahok memlih mundur. “Hebat Taufik ini, dia lagi mau cari celah hukum supaya Ahok ini tetap jadi Wakil Gubernur. Ini preseden hukum yang nggak baik. Jadi tafsiran dia, kalau gubernur mundur, wakilnya nggak naik, gubernurnya tetep dipilih dari DPRD,” jelas Ahok di balai kota DKI, Jakarta, Jumat (24/10/2014), seperti yang diberitakan detik.com.

Ahok menegaskan, Taufik punya tujuan dengan skenario hukum seperti yang diinginkannya itu. “Harapannya dia gitu. Jadi nanti gubernur saya tuh Taufik gitu loh. Kalau itu sampai terjadi, aku pilih berhenti aja, daripada jadi wakilnya orang gila seperti itu. Kan males,” terangnya. “Makanya aku nggak mau pusingin. Kita kerja saja, nggak usah dibahas,” tutup Ahok.

Tanggapan M Taufik Saat Mendengar Ancaman Mundur Ahok

Mendengar hal itu, Ahok mengancam akan mundur dari jabatannya jika memang harus berpasangan dengan Taufik yang kemungkinan besar bisa menjadi Gubernur jika mekanisme pemilihan melalui DPRD. M Taufik sendiri menanggapi santai rencana pengunduran diri Ahok. Menurutnya itu adalah hak setiap orang, tidak ada urusan dengan dirinya.

“Itu haknya dia (Ahok), kenapa kita yang pusing,” ucap Taufik singkat kepada detikcom, Jumat (24/10/2014). Taufik mengatakan hingga saat ini belum ada komunikasi dengan Ahok terkait perbedaan tafsir hukum ini. Taufik justru berencana meminta DPRD DKI untuk mengirim surat ke Mahkamah Agung (MA) soal penafsiran ini.

“Saya mengusulkan ke DPRD untuk mengirim surat ke MA. Saat ini proses masih diparaf-paraf, Senin mungkin dikrim ke MA,” jelas Taufik. Saat ditanya apakah dia berniat untuk menggantikan posisi Jokowi menjadi Gubernur DKI, Taufik menjawab diplomatis.

“Kalau Gerindra itu tergantung keputusan partai. Dari DPP belum ada nama,” terang Ketua DPD Gerindra DKI ini. Sebelumnya Taufik menyebutkan ada banyak tafsiran mengenai aturan yang digunakan untuk menentukan posisi gubernur pengganti Jokowi. Yang jelas, menurut tafsiran Taufik, DKI harus melakukan pemilihan kepala daerah kembali.

Taufik menjelaskan alasan mengapa Ahok tak bisa serta merta menggantikan posisi Jokowi. Menurutnya saat ini masih ada banyak tafsiran soal UU yang akan digunakan sebagai landasan hukum.

“Menurut saya, kita ini kan berdasarkan UU Khusus No 29 tahun 2007. Tapi karena itu enggak ngatur soal penggantian antar waktu, maka menunjuk pada Perpu 01 tahun 2014 yang mengatur itu, yaitu pasal 173,” ucapnya kepada detikcom, Rabu (22/10). “Kalau kita merujuk pada pasal 173 Perpu nomor 01, harus ada pemilihan gubernur oleh DPRD,” imbuhnya

Perbedaan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Pemilihan Kepala Daerah memiliki pasal-pasal yang bertolak dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Karena pada Perppu Nomor 1 tahun 2014 menyatakan wakil tidak serta merta naik jabatan apabila kepala daerah mengundurkan diri. Namun, kepala daerah bisa memilih sendiri wakilnya.

Sementara pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diatur peraturan yang menyatakan wakil kepala daerah secara otomatis naik jabatan apabila kepala daerah meninggal dunia atau mengundurkan diri. Namun pada UU ini, wakil kepala daerah pengganti harus dipilih oleh DPRD.

Pendapat Ahli Hukum

Ahli Hukum Tata Negara Para ahli hukum tata negara memiliki pandangan yang berbeda terhadap masalah ini. Refly Harun menilai pengangkatan Ahok tidak akan terganjal oleh Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Pemilihan Kepala Daerah.

“Karena gubernur dan wakil gubernur dipilih sepaket secara langsung, sehingga yang berlaku Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,” ujar pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia itu, Rabu (22/10/2014).

Sementara itu, Margarito Kamis menganggap, Perppu Nomor 1 Tahun 2014 lah yang harusnya dijadikan acuan untuk pengangkatan Gubernur DKI yang baru. Karena ia menilai, terbitnya Perppu bertujuan untuk menggantikan undang-undang. “Perppu itu sah. UU nomor 32 tahun 2004 sudah dianulir ketika lahirnya Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.

Sebagian isi Undang-undang ini juga tidak berlaku setelah lahirnya Perppu nomor 1 tahun 2014,” kata Margarito yang merupakan pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin.

Diskusi

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: