Kecewa dengan penampilan Timnas (Tim Nasional) dalam turnamen Piala AFF 2014 yang berlangsung di Vietnam, hashtag atau tanda pagar #BekukanPSSI jadi trending topic di Twitter untuk kawasan Indonesia apalagi, seusai dikalahkan Filipina dengan skor 0-4 di Stadion Nasional My Dinh, Hanoi, Selasa (25/11/2014).
Tidak mungkin hashtag ini akan jadi worldwide trend. Pada pukul 20.41 WIB, #BekukanPSSI sudah ada sebanyak 1501 tweet untuk satu jam terakhir dan hampir 7 ribu tweet untuk 2 jam terakhir.
Tuntutan pembekuan PSSI itu digalang akun kontroversial Rudi Valinka @kurawa. @kurawa meminta Menpora Imam Nahrowi membekukan PSSI. “Saya butuh bantuan 1000 rituit utk memaksa menpora @imam_nahrawi punya Nyali bergerak melawan dan intervensi PSSI #BekukanPSSI,” tulisnya.
#BekukanPSSI “@kangdede78: Dah 3000 lebih Retweet kur gmna pak mentri? @imam_nahrawi. #BekukanPSSI ,” tulisnya lagi.
Sebelumnya, @kurawa meminta Presiden Joko Widodo untuk mencopot Imam Nahrowi jika tidak bersedia membekukan PSSI. “Pak @jokowi_do2 kalo menpora @imam_nahrawi ini gak berani revolusi mental #BekukanPSSI mohon dipindahkan ke posisi Menteri Peranan Wanita,” kicau @kurawa.
Ia juga tidak mempersoalkan jika PSSI dibekukan FIFA akibat pemerintah Indonesia turut campur membenahi PSSI. “#BekukanPSSI “@pebilaura: Pak @imam_nahrawi selaku MENPORA,, kami ikhlas pak PSSI di banned pak.. Demi kemajuan sepakbola kita INDONESIA,” tulis @kurawa.
Sampai saat ini belum ada tanggapan dari Menpora dalam Kabinet Kerja Jokowi, Imam Nahrawi. Kita tunggu saja. Apakah PSSI berbenah atau sama seperti dulu menjadi organisasi yang penuh korupsi, mafia dan mudah dipolitisasi.
Harapkan Berantas Korupsi Sama dengan Harapkan PSSI Juara Dunia
Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Suhardi menilai upaya pemberantasan korupsi dan pungutan liar di lingkungan birokrasi bukan perkara mudah.
Saat ini, kata dia, birokrasi seolah menjadi bisnis rente. “Harapkan berantas korupsi atau pungli sama dengan harapkan PSSI (persatuan sepakbola seluruh Indonesia) juara dunia. Birokrasi kita tidak saja menjadikan birokrasi unit pelayanan tapi juga unit ekonomi karena terjadi birokrasi menjadi bisnis rente,” kata Suhardi dalam diskusi bertajuk Revolusi Mental Layanan Publik di Jakarta, Sabtu (22/11/2014).
Menurut Suhardi, masalah birokrasi yang cenderung koruptif tersebut sudah mengakar. Persoalannya berawal dari sistem perekrutan birokrat yang cenderung kurang transparan. “Ini jadi persoalan, mulai dari sistem rekrutmen sampai menjadi unit-unit ekonomi rente. Birokrasi pemakaian kekuasaan publik yang sulit dikendalikan,” ujar Suhardi.
Ia juga menilai masalah birokrasi sekarang ini baru mampu diselesaikan pada tingkat kasus sehingga belum menyentuh perbaikan sistem. Pencopotan satu pejabat yang korup, lanjut dia, tidak mampu untuk mematikan tindak pidana korupsi di tempat lain.
Suhardi yang sudah meneliti pelayanan publik para birokrat sejak zaman Soeharto ini pesimistis Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa melakukan revolusi mental birokrat. “Menyelesaikan ini tidak cukup dengan championship. Umumnyachampionship kalah dengan lingkungan yang kumuh dan keruh,” kata Suhardi.
Menurut dia, apa yang disampaikan Jokowi soal revolusi mental baru masuk ke telinga masyarakat, belum masuk ke hati dan belum dijalankan. “Lihat saja survei integritas KPK, pengaduan masyarakat banyak tapi semua never mind dan tak jadi persoalan,” ucap Suhardi.
Ia juga mencontohkan proses perizinan di Indonesia yang cenderung bertele-tele dan rumit. Kondisi ini, menurut dia, berbeda dengan birokrasi perizinan di negara lain. “Dalam perizinan usaha, kurang lebih ada 12 prosedur yang dipenuhi dan sekitar 33 hari. Ini beda dengan negara maju seperti Amerika yang cukup 2-3 hari, ini perlu dibenahi,” papar Suhardi.
Diskusi
Belum ada komentar.