2. Guevara, Suriah
Guevara (36 tahun) menjadi sniper setelah anak lelaki (7 tahun), dan perempuannya (10) tewas oleh serangan udara pesawat tempur rezim Bashar al-Assad. Sejak itu, ia berhenti mengajar bahasa Inggris dan memilih ke medan pertempuran. Senapan FN Belgia menjadi andalannya untuk melumpuhkan tentara pendukung rezim pemerintahan Assad.
Kini dengan mengenakan jaket, celana panjang berwarna hijau, tetap mengenakan jilbab, Guevara duduk di reruntuhan bangunan, menunggu munculnya pasukan pemerintah, sebelum dia melepaskan tembakan.
“Aku menyukai peperangan. Ketika menyaksikan salah satu temanku di katiba (divisi pemberontak) tewas, aku merasa harus memegang senjata dan membalas dendam,” ujar wanita berusia 36 tahun itu kepada Ruth Sherlock di harian The Telegraph terbitan 4 Februari 2013.
Meskipun sedang perang, Guevara selalu tampak rapi – alis yang sempurna, perona pipi, dan sedikit penegas garis mata. Sepatu bot kulit kecil dengan tumit, dan gelang emas memperlihatkan sisi femininnya. Kaum pria yang memanggul senjata melawan pemerintah amat menghormatinya.
Tidak mudah untuk menjadi seorang sniper. Selain harus cepat, cermat dan cerdas untuk tidak membiarkan musuh menembak terlebih dahulu, “Juga perlu bersabar. Saya (pernah) menunggu berjam-jam pada suatu waktu,” ujarnya.
Melalui lubang kecil di tempat persembunyian, Guevara melihat tentara pemerintah kurang dari 700 meter di seberang jalan, berbaur di antara warga sipil yang bergerak cepat, mencoba untuk melanjutkan kehidupan mereka meskipun perang.
Perempuan asal Palestina yang pernah kuliah di Aleppo University itu mahir menggunakan pistol dan beroperasi dalam perang setelah mengikuti kamp pelatihan militer di Lebanon yang dijalankan oleh faksi militan Palestina Hamas.
Guevara meninggalkan suami pertamanya karena dianggap tidak cukup ‘revolusioner’. Ia menikah lagi dengan komandan brigade milisi. Semula, sang suami pun menolak untuk mengizinkan Guevara bertempur di garis depan. Izin didapat setelah ia mengancam akan meninggalkannya. “Aku punya kekuatan untuk memegang senjata, jadi mengapa aku tidak boleh bertempur?” Suaminya pun takluk dan mengajarinya seni menembak jitu.
Diskusi
Belum ada komentar.