//
Anda membaca...
Hukum dan Peristiwa

Daftar Insiden Penyusup ke Ruang Roda Pesawat di Indonesia dan Dunia

Ruang Roda pada pesawat Boeing 767-300 yang disusupi bocah 16 tahun di Amerika Serikat pada April 2014

Ruang Roda pada pesawat Boeing 767-300 yang disusupi bocah 16 tahun di Amerika Serikat pada April 2014. (Daily Mail)

Ternyata insiden menyusupnya Mario Steve Ambarita (21) ke dalam ruang roda pesawat Garuda Indonesia rute Pekanbaru-Jakarta pada Selasa (7/4/2015) bukan kejadian pertama dalam dunia penerbangan, terutama di Indonesia.

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, kasus serupa pernah terjadi di Amerika Serikat dan di Indonesia. “Di luar negeri juga pernah kejadian, di Amerika Serikat,” ujar Alvin, Selasa (7/4/2015).

FAA (Federal Aviation Administration), lembaga regulator penerbangan sipil di Amerika Serikat sendiri mencatat sejak tahun 1947 hingga Januari 2014, ada terdapat 103 insiden percobaan penyusupan pada 92 penerbangan di seluruh dunia, 23.3% berhasil menyelinap.

Seperti diberitakan Tribunnews, kasus masuknya seseorang ke dalam ruang roda pesawat pernah terjadi beberapa kali. Daftar selengkapnya bisa anda simak informasinya di Wikipedia. (Baca: List of wheel-well stowaway flights)

Berikut dua kasus masuknya orang ke dalam ruang roda pesawat terbang di Indonesia.

18 Februari 1981

Seorang petugas Apron Movement Control Bandara Kemayoran melihat kaki Tarsono, warga Semarang, menjulur dari bagian belakang roda pesawat Mandala. Sejumlah petugas kemudian mengeluarkan Tarsono dari ruang roda itu. Dia berpakaian lusuh, dalam kondisi tubuh lemas, tetapi masih bernapas. Lelaki ini selamat.

Kedua kakinya luka berat, nyaris busuk. Tubuhnya hitam legam seperti diserbu asap hitam. Tubuh itu dibaluri oli. Ada darah mengental yang membekas di celana, juga luka di salah satu pangkal paha. Lelaki itu langsung dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta Pusat.

Ia sendiri saat itu menumpang terbang ke Jakarta dengan cara yang nyaris seperti bunuh diri. Tarsono menekuk tubuh di ruang roda pesawat. Semula, dia mengaku sebagai petani dari sebuah kelurahan di Jawa Tengah.

Tarsono masuk dengan cara menginjak backstay atau alat penyangga roda pesawat. Alat itu membentuk siku terhadap penopang suspensi yang terhubung dengan roda. “Waktu saya duduk, tiba-tiba seperti ada yang mendorong. Rasanya seperti ditekuk,” begitu kisah Tarsono saat itu, sebagaimana ditulis sejumlah media massa saat itu.

Terbang dengan cara Tarsono ini tentulah super-sengsara. Ketika mesin pesawat menderu, suhu mesin bisa mencapai 730 derajat celsius. Suhu dari pipa pembuangan pembakaran bisa 300 derajat celsius.

Begitu pesawat akan lepas landas, putaran mesin turbin sebesar 15.000 RPM. Angka itu menurun menjadi 14.000 RPM saat pesawat sudah dalam posisi melayang. Meski demikian, suaranya tetap bisa membuat pendengaran kita “sepi” selamanya.

Menurut pengakuan Tarsono yang ditulis media massa saat itu, dia ingin menumpang pesawat ke Jakarta. Namun apa daya, dia tak punya uang. Sebelum ke Semarang, ia tinggal bersama ayahnya di Jombang, Jawa Timur, dan pernah menjadi pencari kayu dengan upah Rp 300 per hari. Demi penghasilan lebih, dia lalu berangkat ke Semarang. Berangkat tanpa tujuan, ia pun akhirnya terdampar menjadi gelandangan.

23 September 1997

Dua remaja, Manto Manurung dan Siswandi Nurdin Simatupang, ditemukan menggigil di ruang roda Garuda Airbus A300-B4. Ia menumpang pesawat dari Medan ke Bandara Soekarno-Hatta.

Mereka ditemukan oleh petugas Bandara Soekarno-Hatta. Petugas itu melihat sebagian baju yang menyembul dari ruang roda depan itu. Setelah diperiksa, ternyata ada dua remaja tanggung melipat tubuh di sana.

Manto ditemukan dalam kondisi lemah. Kaki kanan remaja setinggi 1,5 meter itu cedera. Pergelangan tangan kiri terluka. Sementara itu, Siswandi, yang tingginya 1,65 meter, terlihat lebih bugar. Namun, tangan kanannya sedikit lecet.
Manto dan Siswandi memang sudah merencanakan aksi ini. Rencana itu tercetus pada Senin, 22 September 1997. Mereka mematangkan rencana gila ini di kamar kos Siswandi. Setelah rencana dirasa cukup matang, mereka bergegas ke Bandara Polonia.

Pukul 03.00 WIB, mereka menyelinap lewat parit. Lokasinya tak jauh dari landasan pacu. Dari parit itulah mereka mengendap ke pesawat, masuk ke ruang roda. Semula, mereka berempat. Namun, dua temannya lebih rasional dan memutuskan untuk tinggal.

Menurut keterangan Garuda Indonesia saat itu, keduanya bertahan di “tempat persembunyian” tersebut selama lebih kurang 4,5 jam. Pukul 04.00 lebih 30 menit, teknisi memeriksa dan menyatakan bahwa pesawat dalam kondisi baik. Tiga jam kemudian, pesawat lepas landas.

Siswandi berkisah bahwa dia sempat sesak napas saat pesawat melayang di langit. Mungkin karena kekurangan oksigen, dia lalu tertidur. “Tidurnya ya jongkok,” katanya, sebagaimana ditulis media massa pada saat itu. Adapun Manto masih terus membuka mata.

Saat ditemukan, mereka sama sekali tak membawa kartu identitas. Beruntung, Siswandi tak selemah Manto. Ia masih bisa menyebutkan nama sekolah dan alamat orangtuanya di Batangkuis, Deliserdang. Siswandi mengaku nekat terbang dengan cara berbahaya ini karena sering bolos sekolah dan takut dikeluarkan.

Diskusi

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: