Walau tak memenuhi kriteria anggota karena sekarang merupakan negara importer minyak, apa sebenarnya alasan pemerintahan Jokowi-JK yang berencana untuk kembali bergabung menjadi anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak dunia atau OPEC? Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan dengan kembali berinteraksinya Indonesia dengan negara-negara pengekspor minyak diyakini akan memberi akses informasi langsung atas pasokan minyak dunia.
“Saat jadi anggota, privilege-nya akan besar sekali. Contohnya dalam satu forum, karena kita sejajar (sama-sama anggota), ngobrol kan enak. Bisa saling bantu (jaga pasokan minyak) kalau ada apa-apa,” ujar Agus Cahyono Adi, Direktur Program Pembinaan Minyak dan Gas Bumi di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta, Selasa (12/5).
Selain mengamankan pasokan, Agus bilang keuntungan yang akan diperoleh Indonesia jika kembali aktif di OPEC ialah adanya transfer informasi antar anggota perihal jumlah pasokan minyak. Dengan begitu, pemerintah bisa segera menentukan arah kebijakan sektor hulu maupun hilir minyak nasional.
“Dengan menjadi observer kita bisa mendapat akses langsung mengenai strategi-strategi anggota terkait pasokan. Intinya kita dapat informasi mengenai supply-demand secara langsung. Dengan begitu kita bisa menjamin kelangsungan industri,” tambah Agus.
Sementara PT Pertamina (Persero) mengaku belum memperoleh keterangan lebih rinci mengenai rencana pemerintah yang akan kembali aktif di OPEC. Padahal jika pemerintah menemui kesepakatan mengenai pembelian minyak dengan para anggota OPEC, tentunya Pertamina akan menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah untuk mengeksekusi kesepakatan tersebut.
“Karena kami belum memperoleh informasi lebih dalam lagi, Pertamina akan tetap berfokus pada peningkatan kapasitas minyak dalam negeri dulu melalui proyek RDMP (pembangunan empat kilang). Tapi kalau sudah ada arahan pastinya akan mengikuti pemerintah,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro.
Indonesia Pengimpor minyak tetapi ingin gabung OPEC
Rencana Indonesia kembali menjadi anggota OPEC, juga dinilai akan menimbulkan konflik kepentingan di bursa emas hitam. Pasalnya, misi yang diemban Indonesia sebagai negara pengimpor minyak akan bertolak belakang dengan kepentingan 12 negara pengekspor minyak yang telah bercokol di OPEC sejak lama.
“Kalau pun dimungkinkan bisa masuk (OPEC), lalu kepentingan Indonesia selaku importir dengan negara eksportir akan berbeda. Eksportir ingin kecenderungan harga minyak tinggi, sedangkan importir inginnya harga murah,” ujar Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro seperti diberitakan CNN Indonesia, Selasa (12/5).
Berdasarkan pengamatan Komaidi, produksi minyak mentah Indonesia anjlok sejak sepuluh tahun terakhir. Apabila pada era 1990 Indonesia punya cadangan minyak sekitar 9 miliar hingga 12 miliar barel, saat ini cadangan tersebut menyusut drastis tinggal 3,7 miliar barel.
“Pada 1990-an produksi minyak kita sekitar 1,5 juta barel per hari (bph) dengan tingkat konsumsi domestik sekitar 500 ribu barel bph. Saat ini kebalik, produksi tidak dampai 800 ribu bph, tetapi konsumsinya mencapai kisaran 1,5 juta bph,” tuturnya.
Defisit neraca minyak yang membengkak, kata Komaidi, menjadi alasan Pemerintah Indonesia untuk membekukan keanggotaaanya pada 2008 dan memutuskan keluar pada tahun berikutnya. Dengan kondisi perminyakan yang tidak bertambah baik, Komaidi mempertanyakan kelaikan Indonesia untuk masuk lagi ke dalam OPEC.
“Setahu saya OPEC itu kan anggotanya negara-negara pengekspor minyak, sedangkan Indonesia net importir. Apakah laik? Contoh geng motor, anggotanya harus punya motor. Begitu juga OPEC, anggotanya harus pengekspor minyak,” jelasnya.
Menko Maritim Tak Setuju
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo memberi sinyal tidak sepenuhnya mendukung Indonesia tahun ini untuk bergabung di Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). Pasalnya, Indonesia kini termasuk negara net importir.
“Kita bisa ekspor tidak kira-kira? Kalau ada organisasi gas exporter mungkin iya, itu kan petroleum,” kata Indroyono di kantor Kemenko Kemaritiman, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (12/5/2015), dilansir dari metrotvnews.com.
Indroyono mengungkapkan, belum terbayang Indonesia bergabung kembali di OPEC meski sebagai peninjau (observer). “Jadi saya tidak kebayang, saya masihmikir saja,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, produksi minyak di Indonesia sekitar 600 ribu-700 ribu barel per hari (bph), sedangkan kebutuhan Indonesia 1,3 juta bph. Hal itulah yang menurutnya alasan Indonesia masih membutuhkan impor minyak dalam jumlah banyak.
“Produksi minyak kita 600 ribu-700 ribu barel per hari, kebutuhan kita 1,3 juta, berarti kan harus impor, atau banyak diversifikasi energi,” cetusnya. Dia mengaskan sekali lagi bahwa OPEC merupakan organisasi pengekspor minyak. “OPEC itu exporter,” tegas dia.
Diskusi
Belum ada komentar.