Kisah Pengalaman Bambang saat Kecelakaan
Pengalaman kecelakaan yang menewaskan 134 temannya menjadi tidak terlupakan dari ingatannya. “Waktu itu saya masih berpangkat Pratu, saya diperintahkan untuk lanjut sekolah D1 supaya mencapai Bintara. Waktu kejadian saya baru masuk 2 bulan. Sesuai manifest semua itu ada 135 prajurit. Mereka semua merupakan prajurit terbaik yang sudah menyelesaikan sekolah tinggal dimasukan ke satuannya untuk dilakukan pelantikan,” tutur Bambang memulai kisahnya.
“2 Oktober 1991 mendapat tugas untuk mendukung kegiatan HUT TNI di Jakarta yang kebetulan panitianya TNI AU. Saya dan satu kompi mendapatkan pesawat Hercules dengan nomor ekor A1324,” lanjut dia.
Bambang mengatakan, begitu masuk ke dalam pesawat dia langsung mengambil posisi tempat duduk di dekat ekor. Hal ini biasa dilakukannya agar dapat mengobrol ngalur ngidul dengan teman-teman secara lebih leluasa.
Pesawat pun lepas landas dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur sekitar pukul 15.00 WIB. Tidak ada firasat apa pun yang dirasakannya sebelum akhirnya benar-benar lepas landas.
Namun, takdir manusia siapa yang tahu. Tak lama setelah lepas landas, tiba-tiba pesawat yang dikemudikan Mayor Penerbang Syamsul Aminullah dan Kapten Penerbang Bambang Soegeng menukik tajam ke arah pemukiman Condet serta langsung menabrak bangunan balai kerja latihan.
“Saya sendiri tidak ada firasat, tapi jauh hari sebelum Gladi Resik kami mendapat seragam lengkap dari ujung rambut sampai ujung kaki seperti waktu pertama kali kita masuk militer. Waktu itu tidak biasanya, bahkan ada kawan saya pas dibagikan bilang ‘Ini pembagian seragam terakhir’. Saya pikir itu bukan firasat hingga akhirnya terjadi peristiwa pesawat jatuh,” kata Bambang.
“Baru naik sekitar 2-3 menit, tiba-tiba ada goncangan yang saya sendiri tidak tahu penyebab goncangan itu. Spontan, saya dan teman-teman bergeser ke kiri. Saya hanya ingat teriakan dari teman-teman, termasuk saya sendiri yang berteriak ‘Allah Akbar’,” sambungnya.

Foto bangkai pesawat Hercules yang jatuh 5 Oktober 1991 di Condet, Jakarta Timur. (Foto: haionline.com)
Pria yang kini akrab disapa Bambang Hercules itu mengaku sama sekali tidak tahu menahu posisi pesawat saat hendak jatuh seperti apa-apa. Yang dia ingat waktu itu hanyalah memasrahkan dirinya sebelum pesawat membentur daratan dan terbelah.
“Saat pesawat di atas itu semua terkunci, tidak ada yang bisa melakukan apa-apa. Semua hanya pasrah, saya sendiri sudah hanya berpikir hanya Allah yang bisa menyelamatkan saya karena begitu sadar sudah di rumah sakit. Saya hanya ingat naik pesawat,” terangnya.
Diskusi
Belum ada komentar.