Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mahmud Mattalitti memberikan pernyataan kontroversial usai membantah lembaganya berada di balik dugaan pengaturan skor yang berujung kekalahan tim nasional usia di bawah 23 tahun di SEA Games Singapura. La Nyalla malah menuduh mafia yang dalam persepakbolaan tanah air justru berkumpul di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
“Mafia sama mafia kumpul jadi satu di kantor Kemenpora,” ucap La Nyalla dalam Forum Diskusi Suporter Sepak Bola Indonesia (FDSSI) bertajuk “Suporter Bertanya, PSSI Menjawab” di halaman Stadion Gelora Bung Karno, Ahad, 5 Juli 2015, seperti diberitakan Tempo.
Dalam diskusi tersebut, s lah satu anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Djamal Aziz meminta dukungan seluruh suporter guna menangani kisruh sepak bola Indonesia belakangan ini. Menurutnya, The Jakmania sebagai komunitas suporter terbesar diminta menuntut pencabutan surat pembekuan Kemenpora.
“Kalau kita semua kompak mau turun ke jalan menuntut Kemenpora, pasti pembekuan itu akan dicabut dan liga pun bisa berlangsung sebagaimana mestinya,” ujar Djamal.
“Dalam hal ini saya rasa suporter Persija Jakarta — The Jak Mania adalah yang paling tepat. Pasalnya, anggota mereka mencapai 72 ribu orang dan lokasinya juga berada di sekitar Jabodetabek. Kalau jumlah massa itu bisa turun ke jalan dan menuntut Kemenpora mencabut surat pembekuan, maka selesailah semuanya,” tandas pria kelahiran Jawa Timur tersebut.
Namun Ketua umum The Jakmania Richard Achmad Supriyanto menolak permintaan itu. Ia menekankan ia bersama ribuan anggotanya tidak akan mentah-mentah melakukan aksi untuk menuntut Kemenpora mencabut surat pembekuan PSSI. Ia mengklaim lebih mengedepankan penyelesaian kisruh melalui cara kekeluargaan atau lewat dialog.
Kasus pengaturan skor mencuat setelah tim nasional sepak bola Indonesia (Timnas) kalah 0-5 oleh Thailand di semifinal SEA Games 2015 di Singapura. Timnas juga gagal meraih medali perunggu setelah kembali takluk oleh Vietnam dengan skor serupa. Kekalahan itu diduga penuh rekayasa. Apalagi terungkap rekaman percakapan antara BS, perantara kaki tangan bandar judi Indonesia dan bandar asal Malaysia berinisial Das ihwal hasil pertandingan tersebut.
Belakangan muncul tuduhan Roy Suryo, bekas Menteri Pemuda dan Olahraga, bahwa rekaman percakapan dibuat di Kementerian Olahraga. Kendati dibantah pihak Kemenpora, La Nyalla membuat instansi yang dipimpin Imam Nahrawi itu semakin tersudut lantaran menyebut keberadaan mafia sebenarnya ada di dalam Kementerian Olahraga.
Pernyataan La Nyalla itu dikaitkan dengan kabar bahwa Djohar Arifin Husin, Ketua PSSI sebelumnya, kini berkantor di Kemenpora. La Nyalla sebelumnya adalah wakil Djohar di PSSI. Namun, mereka pecah kongsi setelah kongres luar biasa PSSI memenangkan La Nyalla sebagai ketua umum. “Dia diberi tempat di lantai sembilan,” ucapnya.
Juru bicara Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S. Dewa Broto menolak menanggapi pernyataan La Nyalla. “Saya belum bisa berkomentar,” katanya saat dihubungi melalui telepon selulernya, Minggu 5 Juli 2015.
Adapun Djohar membantah dengan tegas informasi yang diterima La Nyalla. Menurut Djohar, dirinya justru tengah sibuk mengurus perguruan tingginya yang berada di Medan, “Wah, sudah pada ngawur terus nih,” ucapnya melalui pesan pendek, Minggu 5 Juli 2015.
La Nyalla juga menuding Djohar adalah pemimpin yang membuat PSSI mengalami kerugian Rp 17 miliar hingga saat ini. Kerugian semakin banyak, kata dia, setelah lembaganya dibekulan Kementerian Olahraga. Dia pun menyiapkan gugatan ganti rugi kepada Menteri Imam Nahrawi, “Kami akan segera membangkrutkan Menpora melalui gugatan,” katanya.
Djohar menyatakan dalam laporan keuangan PSSI menyebutkan ada surplus Rp 4,6 miliar di bawah kepemimpinannya. Dia heran dengan tuduhan La Nyalla, “Justru yang pegang duit itu Waketum, ” katanya.
Soal gugatan ke Menteri Nahrawi, Gatot lagi-lagi memilih bungkam. Ia berdalih baru lepas cuti sehingga masih membutuhkan perkembangan informasi dari internal lembaganya.
Sementara itu, Ujang Abdullah, majelis hakim sidang gugatan PSSI terhadap surat keputusan (SK) pembekuan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), mengatakan akan menggelar sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan pada Selasa, 14 Juli 2015. Putusan tersebut akan dibacakan pukul 10.00 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Ujang menjelaskan, biasanya, hakim membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk memutuskan suatu perkara. Namun, karena saat ini bulan Ramadan dan sebentar lagi Lebaran, ucap dia, pembacaan putusan akan dipercepat. “Kami akan berupaya untuk segera membuat putusan sebelum 14 Juli,” ujarnya di PTUN Jakarta, Senin, 6 Juli 2015.
Menurut Ujang, jika putusan dibacakan setelah Lebaran, peluang untuk molornya pembacaan putusan akan semakin besar. Musababnya, ucap dia, banyak hakim yang mengajukan cuti saat Lebaran. “Akan memakan banyak waktu lagi,” tuturnya.
Diskusi
Belum ada komentar.