//
Anda membaca...
Hukum dan Peristiwa

Pertanyaan yang Ditakuti Lajang Saat Lebaran, Kapan Kawin?

Meme jawaban jika ditanya kapan menikah saat lebaran

Meme jawaban jika ditanya kapan menikah saat lebaran. (Twitter @blackxperience)

Setiap lebaran berkumpul melakukan silaturahmi bersama keluarga besar, ada satu hal yang ditakuti oleh para lajang, pria dan wanita yang berumur namun belum menikah yaitu “kapan kawin?”. Bagi yang sudah menikah namun belum punya anak, pertanyaan yang hampir mirip juga sering ditanyakan. “Kapan punya momongan?”

Buat mereka yang belum ada kemajuan ‘status’, dalam arti belum berumah tangga, di umur yang menurut pandangan masyarakat sudah sepantasnya menikah, hal tersebut bisa membawa dampak psikologis mendalam.

Seperti dilansir dari CNN Indonesia, psikolog dari Universitas Indonesia, Rose Mini, mengatakan, “Saya melihatnya, pada waktu kita merasa jengah, atau merasa tidak nyaman ditanyai seperti itu akan berdampak justru ke mana-mana.”

Lalu bagaimana dampak psikologis pertanyaan tersebut dan bagaimana seharusnya menjawabnya?

Menurut psikolog yang akrab disapa Bunda Romi itu, dampak pertanyaan tersebut adalah, orang tersebut jadi malas bertemu orang lain, malas bersosialisasi, atau malas untuk menanggapi pertanyaan. “Atau, kalaupun menanggapi, dia akan menjadi judes. Ada macam-macam dampaknya,” katanya.

Rose Mini mengatakan bahwa sebetulnya itu bukan urusan orang juga untuk ikut campur. Namun, karena cinta dan perhatian mereka terhadap sanak saudaranya, maka mereka pun bertanya, meskipun tak dapat dipungkiri ada juga orang yang bertanya hanya untuk meledek orang yang belum menikah saja.

Tidak ada yang salah dari pertanyaan tersebut, lanjut Rose Mini. Yang salah sebetulnya adalah ketika orang tersebut menanggapinya secara berat. “Karena kalau kita sudah menanggapinya secara berat, otak kita berputar kemudian memengaruhi ekspresi, mood, dan sebagainya. Situasi sudah menjadi enggak enak.”

Sebetulnya, manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk menyikapi pertanyaan itu, kata Rose Mini. “Apakah menjadi berat, menjadi light, mau jadi enggak dipikirin juga bisa. Jadi kalau kita melihat ini sebagai sesuatu yang beban, bebanlah dia.”

Bunda Romi mengumpamakannya dengan orang yang benci menghadapi hari Senin. Pada hari Senin, biasanya kita belum belum tahu akan seberat apa pekerjaan kita. Namun, sudah sejak Sabtu malam, ada orang yang pusing-pusing, di hari Minggu apalagi, kata Rose Mini.

“Itu kayanya orang tersebut tidak melihat realita. Realitanya adalah hari Senin adalah hari pertama kita kerja dalam minggu berikutnya.”

Jadi, ada orang yang membuat sebuah hal menjadi beban, tapi ada juga yang menjalaninya saja. “Nah itu di switch di otak. Sehingga frame kita akan jadi seperti apa dan bagaimana kita berpikir akan berpengaruh pada ekspresi, mood, dan bagaimana pembawaan kita.”

Diskusi

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: