Ketua umum Partai Idaman Rhoma Irama memberi tanggapan soal insiden kerusuhan di Tolikara, Papua pada Jumat lalu. Ia meminta pemerintah bertindak atas penyerangan terhadap umat muslim yang sedang salat Id di Tolikara, Papua. Meski demikian, Ketua Forum Silaturahmi Ta’mir Masjid dan Mushala Indonesia (Fahmi Tamami) ini mengimbau agar umat Islam tidak mudah terprovokasi.
“Saya mengimbau pemerintah untuk menegakkan hukum, pemerintah harus menciptakan iklim yang kondusif terutama dalam rangka kerukunan hidup beragama. Saya mengimbau umat Islam tidak terprovokasi dan over reaktif sehingga menimbulkan hal-hal buruk,” ujar Rhoma di Masjid Husnul Khatimah Jl Pondok Jaya I No 35A, Pela Mampang, Jakarta Selatan, Senin (20/7/2015), seperti dilansir Detikcom.
“Peristiwa ini memang harus diselesaikan secara tuntas dan dikembalikan kerukunan Islam dan Nasrani,” lanjutnya. Dia juga meminta kepada pemerintah untuk dapat segera membangun kembali musala yang terbakar. Dia berharap kerukunan antara umat Muslim dan Nasrani di Bumi Cendrawasih tersebut tidak kembali memanas.
“Kita selesaikan secara hukum dan pemerintah harus bangun kembali masjid yang terbakar dan warga yang kena lemparan batu mohon ditangani. Itu imbauan saya,” terang pendiri Partai Idaman tersebut.
Menyoal adanya surat edaran dari GIDI, Rhoma tak ingin berkomentar panjang apalagi berburuk sangka. Dia pun menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwajib untuk segera mengurainya.
“Kita harus menghindarkan buruk sangka jangan kita melihat ini ada sebuah rekayasa. Katakanlah ini sebuah kecelakaan dan pasti ada pemicunya. Satu sisi umat bergama minoritas di wilayah umat minoritas harus bisa menghargai umat yang mayoritas, sehingga tidak provokatif,” sambungnya.
“Insya Allah itu tugas kami mendesak pemerintah agar negara bersikap. Kita akan bentuk tim investigasi,” tutup Rhoma.
Penyerangan ini terjadi saat umat muslim di Karubaga melaksanakan salat Id sekitar pukul 07.10 WIT. Tiba-tiba ada puluhan orang yang datang memaksa agar salat Id dibubarkan. Mereka kemudian membakar rumah yang juga dijadikan kios warga hingga apinya merembet ke musala.
Diduga pemicu penyerangan terkait surat imbauan yang dikeluarkan Gereja Injili di Indonesia (GIDI). Surat pertama yang dikeluarkan tanggal 16 berisi imbauan agar tidak melaksanakan salat Id sebab ada kegiatan GIDI.
“Ini sudah dibenarkan kepanitiaan bahwa betul dikeluarkan surat tapi setelah dilakukan koordinasi dan komunikasi kemudian dibuat lagi surat kedua surat meralat bahwa boleh melaksanakan salat Id tapi di ruang tertutup musala,” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Patridge Renwarin saat dihubungi Minggu (19/7) malam.
Diduga surat imbauan kedua tidak sampai ke tangan instansi terkait termasuk pimpinan warga muslim sehingga akhirnya terjadi penyerangan. “Diedarkan tapi terlambat diterima ustad atau imam yang memimpin salat Id,” ujarnya.
Murni Musibah
Rhoma Irama menilai tidak ada unsur kesengajaan dalam penyerangan terhadap umat muslim yang sedang salat Id di Tolikara, Papua. Menurut Rhoma, insiden itu murni musibah alias accident semata.
“Katakanlah ini sebuah kecelakaan dan pasti ada pemicunya. Harus diminimalisir, sehingga tidak ada konflik agama seperti ini. Accident ini bisa muncul di mana-mana,” ujar Rhoma di Masjid Husnul Khatimah Jl Pondok Jaya I No 35A, Pela Mampang, Jakarta Selatan, Senin (20/7/2015).
“Saya tidak ingin mengatakan by design, tapi by accident,” tambah dia.
Rhoma meminta agar umat Islam di mana pun mereka berada agar tidak terpancing emosi apalagi memelihara dendam. Sebab menurutnya Islam merupakan agama yang mengajarkan perdamaian dan itu sudah merupakan perintah Tuhan, bukan sekadar lip service.
“Islam itu rahmatan lil alamin, secara eksplisit Islam harus mencintai manusia apapun bangsa, warna kulit dan agamanya. Jadi ini bukan lip service Islam tapi itu perintah Allah supaya bisa menghormati agama lain apapun perbedaan kita,” lanjutnya.
Mengantisipasi sikap berbagai ormas Islam terhadap kejadian di Tolikara, pendiri Partai Idaman itu juga meminta untuk tidak mudah terprovokasi. Bahkan, Rhoma menganjurkan pemerintah untuk segera menegakkan hukum.
“Persuasi tapi saya selaku Ketua Fahmi Tamami menyerahkan kepada pemerintah sebagai yang berkewajiban untuk turun tangan. Saya tidak yakin FPI akan teprovokasi kalau negara bertindak secara hukum. Harus serius menangani ini menegakkan hukum,” tutup Rhoma.
Diskusi
Belum ada komentar.