//
Anda membaca...
Bisnis

Kini Karyawan Wajib Dapat Jaminan Pensiun dan Dana JHT

Jaminan pensiun bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan

Jaminan pensiun bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan. (Foto: bpjsketenagakerjaan.go.id)

Sejak 1 Juli 2015, pemerintah mewajibkan pengusaha menyediakan dana Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) yang mengacu dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

“Jaminan sosial sifatnya wajib. Pada dasarnya diawali perlindungan dasar, setiap pekerja bisa dapat hak perlindungan dasarnya. Manfaat ini bisa diterima di mana saja peserta bekerja,” jelas Pramudya Bagian Aktuaria BPJS Ketenagakerjaan, dalam seminar implementasi peraturan pemerintah (PP) BPJS Ketenagakerjaan Program Jaminan Pensiun (JP) serta audit ketenagakerjaan, di Menara Kadin Lantai 29, Selasa (25/8/2015), seperti diberitakan DetikFinance.

Jaminan pensiun berbeda dengan jaminan hari tua (JHT). Pramudya menjelaskan, jaminan pensiun baru bisa dinikmati ketika memasuki masa pensiun dan sifatnya ada pengumpulan dana bersama. “JP baru bisa dinikmati ketika memasuki usia pensiun 56 tahun. JP beda dengan JHT karena sifatnya ada pooling of funddan pooling of risk. Tidak ada individual account seperti JHT,” tambahnya.

Pramudya menjelaskan, jaminan pensiun sesuai PP Nomor 45 tahun 2015 dibayarkan dalam bentuk uang tunai bulanan dengan masa iur minimal 15 tahun. Jika masa iur kurang dari 15 tahun peserta menerima akumulasi iuran beserta hasil pengembangannya secara sekaligus.

“Iuran sebesar 3% dengan rincian 2% ditanggung pengusaha dan 1% dibayar pekerja. Ada batas atas upah pekerja yang wajib mengikuti JP yaitu Rp 7 juta dan disesuaikan tiap tahun akan naik berdasarkan PDB. Lalu manfaat maksimum atau minimum yang diterima peserta juga akan menyesuaikan nilai inflasi,” jelas Pramudya.

Pramudya menyampaikan, data BPJS terkait peserta jaminan pensiun sampai Agustus 2015. “Sampai Agustus tercatat ada 8.000 perusahaan dengan 1,6 juta pekerja,”tambahnya.

Pentingnya JP, menurut Pramudya sebagai pengganti penghasilan ketika pekerja memasuki usia tidak produktif. Sesuai International Labour Organization (ILO) minimal penggantian penghasilan ketika peserta memasuki usia pensiun yaitu 40%.

BPJS Ketenagakerjaan memberikan definisi usia pensiun yaitu 56 tahun. Mulai 2019 penyesuaian menjadi 57 tahun. Usia pensiun akan terus naik sampai peserta memasuki usia 65 tahun. Ada pensiun anak, pensiun janda/duda, pensiun cacat, meninggal dunia, dan pensiun hari tua.

Jaminan pensiun wajib bagi peserta pengusaha skala menengah dan besar mulai 1 Juli 2015. Usaha skala kecil belum wajib jaminan pensiun tapi sudah wajib JHT, JKM, dan JKK

“Bicara pensiun, kita punya siklus pada waktu awal usia muda sampai sekolah tidak ada penghasilan yang kita miliki tapi sudah punya beban biaya. Selama masa kerja sebagian digunakan untuk memenuhi beban konsumsi. Lalu memasuki masa pensiun ada gap ketika income tidak sebesar saat bekerja namun tingkat konsumsi tidak turun, papar Pramudya.

Ia melanjutkan, apabila siklus tersebut tidak diantisipasi sejak awal, banyak orang tidak mempersiapkan diri, akan jadi masalah baru untuk bangsa ini.

“Tahun 2030 diestimasi penduduk Indonesia usia lanjut mencapai 9%. Indonesia di tahun 2010 usia harapan hidup 68-70 tahun. Kalau usia pensiun 56 tahun, maka manfaat jaminan pensiun bisa dirasakan sekitar 12-14 tahun. Sayangnya member aktif dana pensiun hanya 3,8 juta. Jaminan hari tua hanya 13 juta. Member non aktif sekitar 15 juta orang. Sementara kita punya pekerja 100 juta. Masih ada gap 60 juta,” terangnya.

Ditambah lagi, Pramudya menyampaikan data bahwa ada kecenderungan di Indonesia penduduk ‘menua sebelum kaya’ mulai terjadi pada 2020. “Tahun 2020 nanti GDP masih di bawah 20.000 USD/tahun. Tidak seimbang antara kenaikan GDP dengan inflasi,” imbuhnya.

Jaminan Pensiun diadakan untuk memenuhi standar ILO bahwa pekerja wajib mempunyai dana pensiun minimal 40% dari penghasilannya ketika bekerja. “Rentangnya dengan pesangon sebesar 24-28% ditambah JP 13% akan menjadi memenuhi standar ILO sebesar 40%,” tutup Pramudya.

Tanggapan Pengusaha

Pengusaha menilai program JP tumpang tindih dengan program pensiun yang berlaku di perusahaan, mendadak, sosialisasi belum masif dan BPJS Ketenagakerjaan belum menyiapkan sinkronisasi dengan perusahaan.

“Kami merasa program JP ini wajib mendadak. Belum sosialisasi dan sinkron ke pengusaha, tahu-tahu sudah wajib berlaku per 1 Juli. Selain itu, perusahaan juga sudah memberlakukan dana pensiun lembaga keuangan (DPLK),” ungkap salah seorang peserta, Fakhrurozi, staf di sebuah perusahaan sawit ditemui dalam seminar implementasi peraturan pemerintah (PP) BPJS Ketenagakerjaan Program Jaminan Pensiun (JP) serta audit ketenagakerjaan di Menara Kadin Lantai 29, Selasa (25/8/2015).

Program Jaminan Pensiun (JP) wajib diikuti pekerja dengan penghasilan di bawah Rp 7 juta. Besarnya iuran sebesar 3% dengan rincian 2% dibayarkan perusahaan dan 1% dibayarkan pekerja sampai usia pensiun 56 tahun. Pekerja baru bisa menikmati dana jaminan pensiunnya setelah usia 56 tahun.

Jika masa iur di kurang dari 15 tahun maka bisa mendapat dana iuran jaminan pensiunnya secara tunai lumpsum. Bagi peserta dengan masa iur lebih dari 15 tahun akan menerima dana setiap bulan minimal Rp 300.000 dan maksimal Rp 3,6 juta/bulan.

Diskusi mulai menghangat. Satu per satu peserta menyampaikan tanggapannya. Peserta lain juga mengeluhkan program JP belum sinkron antara perusahaan dengan BPJS Ketenagakerjaan sementara PP sudah berlaku sejak 1 Juli.

“Kami khawatirkan penaltinya, sebab belum sinkron antara perusahaan dengan BPJS. Sementara sampai saat ini masih minim sosialisasi program JP tahu-tahu sudah wajib,” sambung salah seorang peserta lainnya.

Fakhrurozi mengungkapkan, perusahaan sudah punya beban cukup besar yang dibayarkan untuk kesejahteraan pekerja. “Total 15% nambah kita bayarkan dari gaji kepada pekerja untuk berbagai iuran mulai dari JKM, JKK, JHT, JT termasuk program BPJS Ketenagakerjaan. Kalau ada tambahan lagi, kami harap lebih siap dan matang supaya clear kami sampaikan ke karyawan,” tambahnya.

Perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kemudian menanyakan perihal tumpang tindih antara JP dengan DPLK. Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 pasal 167 tentang imbalan PHK. Pekerja berhak atas uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH).

“Istilah UPMK dan UPH secara substansi sama dengan Jaminan Pensiun. Bagaimana dengan imbalan PHK? Seharusnya bisa dikompensasi dari dana Jaminan Pensiun. Perlu harmonisasi dan sinkronisasi termasuk masa transisinya dalam peraturan perundang-undangan,” terang Timoer Sutanto, pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).

Diskusi

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: