//
Anda membaca...
Flora

Ini Bahaya Penggunaan Lahan Gambut untuk Tanam Sawit

Petugas memadamkan kebakaran lahan gambut di Pekanbaru

Petugas memadamkan kebakaran lahan gambut di Pekanbaru. (Foto: Berita Satu)

Indonesia memiliki lahan gambut sekitar 21 juta hektare (ha) dan 90% terdapat di kawasan pesisir. Dari lahan itu, sebanyak 7,5 juta ha digunakan untuk sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk.

Menurut nasionalisme.co, gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik.

Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air, anaerob, menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut.

Budidaya perkebunan Kelapa sawit berskala besar telah dikembangkan di lahan gambut Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan, pembangunan kebun dilakukan pada gambut dengan ketebalan antara 1- 5 meter. Produksi tanaman di lahan gambut bervariasi sekitar 12 ton/ha hingga25 ton/ha. Adapun produksi kelapa sawit di gambut tebal Kalimantan Barat pada tanaman tahun kedelapan sekitar 14 ton/ha.

Direktur Wetlands International Indonesia I Nyoman N. Suyadiputra mengatakan, ada bahaya penggunaan lahan gambut untuk menanam kelapa sawit.

“Penanaman itu akan membuat lahan gambut menjadi kering dan mudah terbakar. Daerah di sekitar lahan gambut pun akan terkena banjir,” ujar I Nyoman saat Media gathering Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di Jakarta, Kamis (26/6), seperti dilansir dari Detikcom.

Ia mengatakan, sesungguhnya gambut adalah sampah organik (bahan bakar) yang berumur ribuan tahun. Kelapa sawit bukanlah tanaman asli gambut dan akan menjadi busuk bila terlalu banyak air. Maka, air di lahan gambut di drainase atau dibuang ke sungai.

I Nyoman menerangkan jika air di lahan gambut didrainase melalui pembangunan kanal-kanal atau saluran, akan membuat gambut menjadi kering, mudah terbakar, teroksidasi dan mengalami subsiden/ambelas serta melepaskan emisi gas rumah kaca dalam jumlah sangat besar. “Akibatnya, area gambut berubah menjadi cekungan yang rawan genangan banjir,” ujar dia.

I Nyoman menjelakan penyusutan gambut yang berlangsung terus-menerus sekitar dua sampai 12 cm per tahun, ditambah terbakar sekitar 30 cm per tahun akan membuat lahan gambut yang berada di pesisir pada suatu saat akan mengalami genangan secara permanen. Kondisi demikian akan diperparah oleh akibat adanya kenaikan muka air laut sekitar 3 mm per tahun.

Tidak hanya lahan gambut saja yang mengalami efek buruknya, tanaman sawit yang ditanam pun juga ikut terkena. Kondisi ambelasnya gambut akan menyebabkan tanaman sawit menjadi doyong/miring serta tergenang.

Saat kondisi kering, kubah gambut diduga dicacah untuk menanam sawit

Sementara itu, Profesor ahli gambut UGM Azwar Maas di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (3/11/2015) mengatakan Ketika kondisi kubah terjaga kelestariannya, maka lahan gambut tak akan mudah terbakar meski dilanda kemarau sekali pun. Jarak antara puncak kubah dengan permukaan tanah juga tak terlalu jauh, sehingga semestinya mudah menyerap air bila musim penghujan tiba.

“Kubah itu ada di atas, kemudian di kaki kubah itu nanti ada 2 sungai. Sekarang ini kita harus ketahui jarak vertikal kubah mungkin hanya tidak sampai 20 meter. Tapi jarak horisontalnya ke sungai itu sampai lebih dari 40 kilometer,” imbuh Azwar, seperti dikutip dari Detikcom.

Pembukaan lahan gambut untuk penanaman sawit di Ketapang, Kalbar

Pembukaan lahan gambut untuk penanaman sawit di Ketapang, Kalbar. (Foto: greenpeace.org)

Dia kemudian mengilustrasikan kalau ada 3 meter kubah itu dikonservasi maka akan tersimpan air setara dengan 1 tahun hujan atau sekitar 2.700 milimeter. Tetapi masalah yang muncul kini adalah saat kondisi kering, kubah gambut malah dicacah hingga rusak.

Salah satu cara untuk menyelamatkan kubah gambut yakni dengan menjaga agar tidak kering. Selain itu saluran yang langsung terhubung ke sungai juga harus ditutup agar air tak mengalir ke sungai.

Lalu, siapakah yang mencacah lahan gambut? Benarkah akibat pembukaan lahan sawit?

“Sawit syarat budidayanya perakarannya harus dalam. Kalau 40 cm pasti mati sawitnya, kalau banyak airnya pasti mati tanamannya. Begitu. (Kalau) didiamkan saja, pohonnya roboh,” jawab Menteri LHK Siti Nurbaya.

Dia tak secara langsung menyalahkan kebun sawit, hanya menggambarkan fakta budidaya tanaman itu. Tentu saja ada sanksi hukum nantinya bagi pengusaha yang secara sengaja merusak puncak gambut.

“Kita segera atur, yang pasti akan ada zonasi, lindung dan budidaya. Konsesi yang ada di zona lindung, memang kita harus hitung kompensasinya seperti apa. Oleh sebab itu kita harus konsultasi dengan ahli hukum tata negara karena disitu ada asas konstitusional. Nanti diatur, yang pasti di aturan yang tinggi harus ditegaskan bahwa gambut ini harus dilindungi,” tutur Siti.

Profesor Kehutanan UGM Oka Karyanto menambahkan mengenai pentingnya mengantisipasi kerusakan yang sama di wilayah Indonesia bagian timur. Bahkan saat ini wilayah Papua sudah mulai tampak titik panas.

UGM juga menawarkan solusi berupa rekayasa sosial. Sehingga masyarakat juga harus dilibatkan untuk melestarikan lahan gambut.

“Yang selama ini salah harus kita benahi. Hubungan pusat dan daerah yang selama ini salah dalam penanggulangan bencana juga akan kita benahi,” ujar sosiolog UGM Arie Sujito yang juga tergabung dalam kelompok kerja gambut.

Diskusi

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: