Seorang penumpang pesawat Batik Air rute Ambon-Jakarta iseng mengaku membawa bom. Alhasil, sang pilot pun menolak membawa penumpang itu dan ia diturunkan paksa dari pesawat. Insiden itu terjadi pada Kamis, 26 November 2015 lalu.
Saat itu penumpang pesawat bisnis nomor penerbangan ID 6179 tujuan Ambon-Jakarta membawa kardus. Flight Attendant atau pramugari mencoba bertanya isi dari barang tersebut, penumpang menyatakan barang tersebut adalah bom. Penumpang tersebut menyatakan soal bom sebanyak 3 kali.
Kedua pramugari bertanya mengkonfirmasi pernyataan penumpang, dia tetap berkata itu bom. Lalu pramugari melapor ke Pilot In Command (PIC) soal kejadian di kabin.
PIC kemudian melapor ke pihak keamanan bandara yang adalah TNI AU dan menurunkan penumpang serta barang yang dianggap bom. Orang tua penumpang menjamin barang bukan berisi bom. Tetapi PIC tetap memutuskan menurunkan penumpang dengan koordinasi keamanan bandara.
Tetapi orang tua penumpang tersebut akhirnya ikut turun juga dari pesawat. Tidak terima dengan yang terjadi, orang tua penumpang bersikap memaki, mengancam PIC dan menyebutkan jabatan sebagai anggota Dewan dengan pangkat terakhir LetJend. Tetapi pesawat tetap berangkat ontime dengan mendapatkan clearance dari security bandara.
Informasi yang detikcom terima tersebut, dikonfirmasikan ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Kemenhub, melalui Kepala Pusat Komunikasi Publik JA Barata membenarkan informasi tersebut.
Menurut Barata, kejadian tersebut benar terjadi pada Kamis 26 November 2015 sekitar pukul 19.33 waktu setempat. Penumpang yang dimaksud berinisial BS, duduk di kursi 3F. Penumpang tersebut berangkat bersama orang tuanya berinisial NS yang adalah seorang jenderal TNI.
“Kejadian berawal saat pramugari menanyakan isi dari bungkusan yang dibawa, kemudian dijawab bom. Pramugari sempat menanyakan sebanyak 3 kali namun tetap dijawab bom. Selanjutnya pramugari melaporkan kepada Capten Pilot. Oleh Capten Pilot ditindaklanjuti dengan menurunkan penumpang,” demikian keterangan tertulis yang disampaikan Barata, Minggu (29/11/2015), seperti dilansir Detikcom.
Dari hasil scanning X-Ray, barang yang dibawa penumpang tersebut bukan bom atau barang berbahaya. Penumpang yang bersangkutan ditolak untuk diangkut, lalu dilanjutkan investigasi oleh AvSec Bandara.
“Setelah itu penumpang yang bersangkutan diserahkan kepada pihak Kepolisian guna tindak lanjut penegakan hukum,” demikian akhir keterangan tertulis dari Barata.
Ini bukan kejadian pertama soal candaan atau gurauan bom dalam pesawat maskapai penerbangan tanah air. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah menangani 5 kasus. Pihak maskapai, imbuhnya, berhak menolak untuk mengangkut siapapun yang bercanda mengenai hal tersebut dan akan dilakukan tindakan penegakan hukum tindak pidana penerbangan.
]
Tindakan tersebut menurut Barata, sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yakni Pasal 344 yang berbunyi:
Setiap orang dilarang melakukan tindakan melawan hukum (acts of unlawful interference) yang membahayakan keselamatan penerbangan dan angkutan udara berupa:
a. menguasai secara tidak sah pesawat udara yang sedang terbang atau yang sedang di darat;
b. menyandera orang di dalam pesawat udara atau di bandar udara;
c. masuk ke dalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah;
d. membawa senjata, barang dan peralatan berbahaya, atau bom ke dalam pesawat udara atau bandar udara tanpa izin; dan
e. menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan.
Sanksinya, termaktub dalam Pasal 437, yang berbunyi:
(1) Setiap orang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Diskusi
Belum ada komentar.