Walaupun sudah dilarang partainya, PKS untuk berkomentar soal kasus “Papa Minta Saham”, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kembali mengeluarkan pernyataan pembelaan untuk Setya Novanto. Ia kini mempertanyakan kemarahan Presiden Joko Widodo terkait dugaan namanya dicatut untuk mendapatkan saham PT Freeport Indonesia. Menurut dia, sikap Presiden itu tidak tepat.
“Presiden hati-hati. Jangan dia marah secara tidak proporsional,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Fahri menilai wajar jika nama Presiden dibawa-bawa dalam sebuah obrolan antara Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang sifatnya internal. Sebab, Presiden sangat terkenal dan merupakan orang nomor satu di negara ini.
Terlepas benar atau tidaknya nama Presiden digunakan untuk meminta saham, menurut Fahri, belum ada kerugian negara yang terjadi.
“Apakah ada kerugian publik dan kerugian negara dalam obrolan-obrolan itu?” ucap Fahri.
Fahri menilai, Presiden justru seharusnya marah pada saat menteri-menteri yang menggunakan namanya untuk membuat sebuah kebijakan.
Fahri mengaku sering mendengar banyak informasi bahwa menteri-menteri kerap membuat kebijakan tanpa seizin Jokowi. Salah satunya, menurut dia, adalah surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said bernomor 7522/13/MEM/2015 kepada Presiden Freeport McMoran Jim Moffet tertanggal 7 Oktober 2015.
Surat tersebut merupakan tanggapan atas permohonan perpanjangan operasi Freeport Indonesia. Dalam suratnya, Sudirman mengatakan bahwa sambil melanjutkan proses penyelesaian aspek legal dan regulasi, pada dasarnya, PT Freeport Indonesia dapat terus melanjutkan kegiatan operasinya sesuai dengan kontrak karya hingga 30 Desember 2021.
“Jadi, ada yang mencatut nama Presiden, konkret sudah jadi kebijakan, bukan hanya obrolan-obrolan. Persoalan ini terjadi dalam rumah tangga kabinet. Jadi, harusnya kemarahan Jokowi dilakukan ke kabinetnya,” ucap Fahri.
Presiden Jokowi sebelumnya meluapkan kemarahannya setelah membaca transkrip pembicaraan secara utuh antara Novanto, Riza, saat bertemu Maroef.
Jokowi baru sempat membaca transkrip pembicaraan pada Senin (7/12/2015). Pada Senin petang, Jokowi sempat memberi pernyataan kepada media mengenai persiapan pelaksanaan pilkada serentak. Saat itu, Jokowi masih terlihat tenang.
Namun, raut wajah dan suaranya mendadak berubah ketika ditanya mengenai proses persidangan yang berjalan di MKD.
“Saya tidak apa-apa dikatakan Presiden gila! Presiden sarap, Presiden koppig, tidak apa-apa. Tetapi, kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Tidak bisa. Ini masalah kepatutan, kepantasan, moralitas. Itu masalah wibawa negara,” ungkap Jokowi dengan nada tinggi.
Diskusi
Belum ada komentar.