Jatuhnya pesawat latih T-50i Golden Eagle milik TNI AU di Yogya Airshow jadi insiden ketiga bagi pesawat buatan Korea Aerospace Industries tersebut. Dua kecelakaan pada pesawat yang terbang perdana pada 2002 ini terjadi di Korea Selatan.
Golden Eagle pertama yang kecelakaan adalah varian akrobatik T-50B yang menabrak gunung di Hoengseong pada 15 November 2012. Saat itu pesawat tengah dipakai berlatih oleh Kapten Kim Wan-hee dari tim akrobatik angkatan udara Korea, Black Eagles.
Kapten Kim tewas dalam kecelakaan tersebut. Penyelidikan menyebutkan jet latih itu kecelakaan akibat kesalahan manusia, yakni kru perawatan yang lupa mencabut kabel perbaikan sehingga sistem yang mengontrol gerak vertikal pesawat tidak berfungsi.
Insiden kedua terjadi dekat pangkalan udara di Gwangju pada 28 Agustus 2013. Jatuhnya Golden Eagle ini menewaskan kedua penumpangnya, Mayor Noh Se-gwon dan Kapten Chung Jin-gyu.
Ketika itu angkatan udara Korea Selatan dalam siaran persnya menyebut penyelidikan terhadap rekaman data dan percakapan penerbangan menunjukkan tak ada masalah pada mesin, kokpit, dan sistem kursi pelontar. Siaran pers ini juga menyebut instruktur penerbangan latih ini ditemukan tewas di dalam pesawat, sedangkan pilot meninggal akibat luka yang diderita setelah memakai kursi pelontar. “Meski pilot memakai kursi pelontar, dia tidak selamat karena ketinggian pesawat terlalu rendah.”
Pesawat ini tergolong baru. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk membeli pesawat produksi Korean Aero Industries itu pada 2010.
Indonesia membeli 16 pesawat T-50i Golden Eagle yang kemudian datang ke tanah air secara bertahap sejak September 2013. Pesawat terakhir tiba di Indonesia pada Februari 2014. Penyerahan dilakukan di Pangkalan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (13/2/2014).
Presiden waktu itu, Susilo Bambang Yudhoyono, menyaksikan langsung penyerahan 16 unit pesawat tempur ringan tersebut. Tak hanya menyaksikan, SBY bahkan sempat menjajal dengan naik kokpit pesawat tersebut.
Pesawat T-50i ini akan digunakan sebagai pesawat Fighter Lead in Trainer atau untuk melatih calon penerbang tempur. Pesawat T-50i memiliki panjang 43 kaki, lebar sayap 31 kaki dan tinggi 16 kaki.
Dengan total kapasitas angkut persenjataan 5 ton, pesawat ini dilengkapi dengan kanon gatling internal 3 laras General Dynamics 20mm. Dengan spesifikasi ini, pesawat tempur T-50i mampu menyemburkan 2.000 peluru per menit.
“Sebagai pesawat tempur, T-50i memiliki kelincahan, kepraktisan, dan kemampuan persenjataan untuk digunakan dalam misi multirole. Sanggup bertempur di udara dan cukup mematikan terhadap sasaran bawah,” kata Kadispen TNI kala itu Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto dalam keterangannya, Kamis, 13 Februari 2014 lalu.
Pesawat ini mampu membawa semua jenis bom, rudal, maupun roket. Rencananya T-50i akan dilengkapi dengan radar udara sehingga mampu mengubah misi dari latih jet menjadi semua misi operasi.
Dengan mesin General Electric F404-GE-102, pesawat T-50i mampu menghasilkan daya dorong 17.700 poinds dengan after burner dan 11.000 pounds dengan tenaga mil power. Pesawat ini bisa mencapai kecepatan maksimal 1,5 kali kecepatan suara atau 1.600 km/jam. Pesawat supersonik ini bisa terbang hingga ketinggian maksimal 55.000 kaki.
Sementara itu kecelakaan ketiga di Yogyakarta menewaskan dua perwira TNI AU, yakni Letkol Marda Sarjono dan Kapten Dwi Cahyadi. Hingga kini TNI AU masih menyelidiki penyebab kecelakaan. Tim investigasi diketuai langsung oleh Wakil KSAU,” ujar Kadispen TNI AU Marsma Dwi Badarmanto di gedung Suma III, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu (20/12/2015).
Diskusi
Belum ada komentar.