Kabar soal palsunya sertifikat Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) — sering disebut sertifikat postel — yang digunakan oleh ponsel ZUK Z1 yang telah dijual di Indonesia oleh toko online, Blibli, kini berbuntut panjang.
Direktorat Jenderal SDPPI di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), tak bisa lagi menutup mata.
Mungkin saja, masih banyak importir nakal lainnya yang ikut memalsukan sertifikat izin impor untuk seri ponsel lainnya. Namun sayangnya, hal itu kerap luput dari pengawasan. Sampai pada akhirnya, ada masyarakat yang melapor.
“Dari hasil post market surveillance, setahu kami tidak ada. Selama ini yang kami ketahui, tidak ada yang menggunakan sertifikat yang bukan peruntukannya,” kata Dirjen SDPPI Kemenkominfo, Muhammad Budi Setiawan kepada detikINET, Rabu (23/12/2015).
Oleh sebab itu, ia pun sangat mengapresiasi peran serta masyarakat untuk mengawasi praktik kecurangan ini. Selain terus meminta laporan dari masyarakat, tim SDPPI Kemenkominfo pun mengaku tak akan tinggal diam untuk memburu penjual ponsel ilegal ini.
“Tim Direktorat Pengendalian bekerja sama dengan Kepolisian dengan informasi lapangan akan menyidak tempat-tempat penjualan perangkat untuk menemukenali adanya perangkat telekomunikasi yang tidak bersertfikat,” kata dirjen yang akrab disapa Iwan tersebut.
Tak cuma toko ponsel fisik di pusat perbelanjaan elektronik, tapi sweeping juga akan digencarkan di toko-toko online maupun situs e-commerce. “Kita gencarkan lagi untuk sweeping, termasuk di online dan e-commerce,” kata Iwan.
“Direktorat Pengendalian SDPPI akan browsing perangkat yang dijual di online, lihat spek dan tipenya, dan dicek apakah sudah disertifikasi. Kalau belum, akan dipanggil distributornya atau online shop-nya,” paparnya lebih lanjut.
Dirjen pun tak memungkiri ada kemungkinan spesifikasi yang dipaparkan di toko-toko offline maupun online bisa diakali agar terkesan telah sesuai dengan yang tertera pada sertifikasi izin impor. Namun dipastikan, Kominfo punya cara untuk investigasi.
“Untuk offline, kita akan melakukan pembelian untuk membuktikan, misalnya tidak bersertifikat atau sertifikat tidak sesuai peruntukannya. Untuk online juga tentunya demikian,” papar Iwan.
Jika pada akhirnya ketahuan ada pemalsuan izin, para importir nakal itu dipastikan bisa kena sanksi berat berupa pencabutan izin impor. “Yang bisa mencabut izinnya Kementerian Perdagangan. Kami sedang berkoordinasi dengan mereka,” pungkas Dirjen Iwan.
Sebelumnya, pengamat teknologi asal kota Surabaya bernama Herry SW melaporkan keanehan ini. Herry di blognya, ponselmu.com, mengaku menemukan hal ini setelah ia membeli ponsel ini dari sebuah situs belanja online.
Dalam kardus ritel ZUK Z1 tersebut, Herry menemukan adanya kejanggalan dalam nomor sertifikat postel yang ada di kardus ponsel tersebut. Di nomor sertifikat tersebut tertera 36012/SDPPI/2014 sebagai nomor sertifikat.
Dari nomor tersebut, bisa dipastikan bahwa sertifikat itu diterbitkan pada tahun 2014. “Padahal, di situs ZUK jelas-jelas disebutkan kalau merek itu lahir pada 28 Mei 2015. Sedangkan ZUK Z1 baru diperkenalkan pada Agustus 2015,” tulis pria yang juga dikenal sebagai pengamat gadget ini.
Kemudian ia pun memasukkan nomor sertifikat tersebut ke situs Ditjen SDPPI, yang kemudian memunculkan nama Xiaomi Redmi 1S. Di situs tersebut tertera bahwa nomor sertifikat tersebut terdaftar atas nama PT Pelangi Mas.
Perusahaan tersebut mendaftarkan merek dan model ponsel MI – 2013029, yang merupakan kode dari ponsel Xiaomi Redmi 1S. “Jadi, dalam kasus ini, patutlah kita mempertanyakan mengapa sertifikat SDPPI milik Xiaomi Redmi 1S bisa digunakan untuk ZUK Z1,” tutup Herry dalam blognya itu.
Diskusi
Belum ada komentar.