Walaupun ada beberapa pasal yang menjadi kontroversi di kalangan masyarakat, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mendesak Dewan Perwakilan Rakyat segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Penghinaan Pengadilan atau Contempt of Court usai mereka reses. Menurut dia, RUU itu nantinya akan menjadi pedoman bagi independensi hakim dalam memutus suatu perkara.
“Kami serahkan di DPR, semoga dikabulkan,” kata Hatta, di kantornya, Rabu, 30 Desember 2015. “Kami perlu undang-undang itu untuk menjaga independensi hakim dalam memutus sebuah perkara agar hakim tidak merasa terintervensi.”
Mahkamah, kata Hatta, mendukung RUU yang diinisiatori oleh Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) itu. Menurut dia, sistem publikasi peradilan saat ini terlalu melampaui batas. Apalagi, banyak pihak luar yang mengintervensi hakim baik sebelum atau sesudah perkara diputus.
Baca juga: Pengkritik Bisa Dibui 10 Tahun, Ini Kata MK Soal RUU Contempt Of Court
Hatta membantah bahwa RUU Penghinaan Pengadilan dibuat untuk mengebiri kerja pers dan masyarakat. Justru, kata dia, RUU itu ditujukan untuk mengawal kerja pers agar taat dengan etika dalam beracara pengadilan.
“Saya kira tidak untuk mengebiri. Ini perlu untuk melindungi hakim. Bayangkan, jika ada kasus seorang hakim diduga menerima suap oleh masyarakat dan pers, bagaimana bisa hakim itu memutus perkara secara independen,” kata Hatta. “Bahkan dalam RUU itu juga ditujukan untuk hakim yang melanggar dapat dijerat hukum.”
Diskusi
Belum ada komentar.